BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Masa remaja merupakan masa dimana seorang individu
mengalami peralihan dari satu tahap ke tahap berikutnya dan mengalami perubahan
baik emosi, tubuh, minat, pola perilaku, dan juga penuh dengan masalah-masalah
(Hurlock, 1998). Oleh karenanya, remaja sangat rentan sekali mengalami masalah
psikososial, yakni masalah psikis atau kejiwaan yang timbul sebagai akibat
terjadinya perubahan sosial (TP-KJM, 2002).
Masa remaja merupakan sebuah periode dalam kehidupan
manusia yang batasannya usia maupun peranannya seringkali tidak terlalu jelas.
Pubertas yang dahulu dianggap sebagai tanda awal keremajaan ternyata tidak lagi
valid sebagai patokan atau batasan untuk pengkategorian remaja sebab usia
pubertas yang dahulu terjadi pada akhir usia belasan (15-18) kini terjadi pada
awal belasanbahkan sebelum usia 11 tahun. Seorang anak berusia 10 tahun mungkin
saja sudah (atau sedang) mengalami pubertas namun tidak berarti ia sudah bisa
dikatakan sebagai remaja dan sudah siap menghadapi dunia orang dewasa. Ia belum
siap menghadapi dunia nyata orang dewasa, meski di saat yang sama ia juga bukan
anak-anak lagi. Berbeda dengan balita yang perkembangannya dengan jelas dapat
diukur, remaja hampir tidak memiliki pola perkembangan yang pasti. Dalam perkembangannya
seringkali mereka menjadi bingung karena kadang-kadang diperlakukan sebagai
anak-anak tetapi di lain waktu mereka dituntut untuk bersikap mandiri dan
dewasa. Memang banyak perubahan pada diri seseorang sebagai tanda keremajaan,
namun seringkali perubahan itu hanya merupakan suatu tanda-tanda fisik dan
bukan sebagai pengesahan akan keremajaan seseorang. Namun satu hal yang pasti,
konflik yang dihadapi oleh remaja semakin kompleks seiring dengan perubahan
pada berbagai dimensi kehidupan dalam diri mereka. Untuk dapat memahami remaja,
maka perlu dilihat berdasarkan perubahan pada dimensi-dimensi tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat
dirumuskan beberapa permasalahan yaitu:
1.
Bagaimanakah
definisi, tujuan, fungsi dan ruang lingkup pembangunan karakter bangsa ?
2.
Bagaimanakah
kerangka dasar pembangunan karakter bangsa ?
3.
Bagaimanakah permasalahan
pembangunan karakter bangsa saat ini ?
4.
Bagaimanakah
manifestasi krisis karakter bangsa ?
5.
Bagaimanakah
cara membentuk karakter bangsa lewat pendidikan ?
6.
Apa manfaat
pendidikan pancasila dalam membangun karakter bangsa ?
Tujuan Penulisan
Sejalan dengan rumusan masalah, maka tujuan yang ingin
dicapai dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.
Untuk
mengetahui definisi, tujuan, fungsi dan ruang lingkup pembangunan karakter
bangsa.
2.
Untuk
mengetahui faktor-faktor penyebab krisisnya pembangunan karakter bangsa.
3.
Untuk
mengetahui kerangka dasar pembangunan karakter bangsa.
4.
Untuk
mengetahui cara membentuk karakter bangsa lewat pendidikan.
5.
Untuk
mengetahui manfaat pendidikan pancasila dalam membangun karakter bangsa.
1.2 Metode Penulisan
Adapun metode yang dipergunakan
dalam penulisan makalah ini adalah metode kajian pustaka, yaitu dengan mencari sumber-sumber
bacaan yang berkaitan dengan isi makalah ini.
BAB II
PEMBAHASAN
2.2 PENYIMPANGAN PEMBANGUNAN KARAKTER BANGSA DALAM MASALAH KENAKALAN
REMAJA
2.2.1 Remaja Dan Rokok
Di masa modern ini, merokok merupakan suatu pemandangan
yang sangat tidak asing. Kebiasaan merokok dianggap dapat memberikan kenikmatan
bagi siperokok, namun dilain pihak dapat menimbulkan dampak buruk bagi si
perokok sendiri maupun orang – orang disekitarnya. Berbagai kandungan zat yang
terdapat di dalam rokok memberikan dampak negatif bagi tubuh penghisapnya. Beberapa
motivasi yang melatarbelakangi seseorang merokok adalah untuk mendapat
pengakuan (anticipatory beliefs), untuk menghilangkan kekecewaan (reliefing
beliefs), dan menganggap perbuatannya tersebut tidak melanggar norma (permissive
beliefs/ fasilitative) (Joewana, 2004). Hal ini sejalan dengan kegiatan merokok
yang dilakukan oleh remaja yang biasanya dilakukan didepan orang lain, terutama
dilakukan di depan kelompoknya karena mereka sangat tertarik kepada kelompok
sebayanya atau dengan kata lain terikat dengan kelompoknya. Faktor-faktor yang
mempengaruhi remaja merokok, yaitu :
1.
Pengaruh 0rangtua
Salah satu temuan tentang
remaja perokok adalah bahwa anak-anak muda yang berasal dari rumah tangga yang
tidak bahagia, dimana orang tua tidak begitu memperhatikan anak-anaknya dan
memberikan hukuman fisik yang keras lebih mudah untuk menjadi perokok dibanding
anak-anak muda yang berasal dari lingkungan rumah tangga yang bahagia (Baer
& Corado dalam Atkinson, Pengantar psikologi, 1999:294).
2.
Pengaruh teman.
Berbagai fakta mengungkapkan
bahwa semakin banyak remaja merokok maka semakin besar kemungkinan
teman-temannya adalah perokok juga dan demikian sebaliknya. Dari fakta tersebut
ada dua kemungkinan yang terjadi, pertama remaja tadi terpengaruh oleh
teman-temannya atau bahkan temanteman remaja tersebut dipengaruhi oleh diri
remaja tersebut yang akhirnya mereka semua menjadi perokok. Diantara remaja
perokok terdapat 87% mempunyai sekurang-kurangnya satu atau lebih sahabat yang perokok
begitu pula dengan remaja non perokok (Al Bachri, 1991)
3.
Faktor Kepribadian.
Orang mencoba untuk merokok
karena alasan ingin tahu atau ingin melepaskan diri dari rasa sakit fisik atau
jiwa, membebaskan diri dari kebosanan. Namun satu sifat kepribadian yang
bersifat prediktif pada pengguna obat-obatan (termasuk rokok) ialah konformitas
sosial. Orang yang memiliki skor tinggi pada berbagai tes konformitas sosial
lebih mudah menjadi pengguna dibandingkan dengan mereka yang memiliki skor yang
rendah (Atkinson,1999).
4.
Pengaruh Iklan.
Melihat iklan di media massa
dan elektronik yang menampilkan gambaran bahwa perokok adalah lambang
kejantanan atau glamour, membuat remajaseringkali terpicu untuk mengikuti
perilaku seperti yang ada dalam iklan tersebut. (Mari Juniarti, Buletin RSKO,
tahun IX,1991).
2.2.2 Penyimpangan Seks Pada Remaja
Kita telah ketahui bahwa kebebasan bergaul remaja
sangatlah diperlukan agar mereka tidak "kuper" dan "jomblo"
yang biasanya jadi anak mama. "Banyak teman maka banyak pengetahuan".
Namun tidak semua teman kita sejalan dengan apa yang kita inginkan. Mungkin
mereka suka hura-hura, suka dengan yang berbau pornografi, dan tentu saja ada
yang bersikap terpuji. benar agar kita tidak terjerumus ke pergaulan bebas yang
menyesatkan. Masa remaja merupakan suatu masa yang menjadi bagian dari
kehidupan manusia yang di dalamnya penuh dengan dinamika. Dinamika kehidupan
remajaini akan sangat berpengaruh terhadap pembentukan diri remaja itu sendiri.
Masa remaja dapat dicirikan dengan banyaknya rasa ingin tahu pada diri
seseorang dalam berbagai hal, tidak terkecuali bidang seks. Seiring dengan
bertambahnya usia seseorang, organ reproduksipun mengalami perkembangan dan
pada akhirnya akan mengalami kematangan. Kematangan organ reproduksi dan perkembangan
psikologis remaja yang mulai menyukai lawan jenisnya serta arus media informasi
baik elektronik maupun non elektronik akan sangat berpengaruh terhadap perilaku
seksual individu remaja tersebut. Salah satu masalah yang sering timbul pada
remaja terkait dengan masa awal kematangan organ reproduksi pada remaja adalah
masalah kehamilan yang terjadi pada remaja diluar pernikahan. Apalagi apabila
Kehamilan tersebut terjadi pada usia sekolah. Siswi yang mengalami kehamilan
biasanya mendapatkan respon dari dua pihak. Pertama yaitu dari pihak sekolah,
biasanya jika terjadi kehamilan pada siswi, maka yang sampai saat ini terjadi
adalah sekolah meresponya dengan sangat buruk dan berujung dengan
dikeluarkannya siswi tersebut dari sekolah. Kedua yaitu dari lingkungan di mana
siswi tersebut tinggal, lingkungan akan cenderung mencemooh dan mengucilkan
siswi tersebut. Hal tersebut terjadi jika karena masih kuatnya nilai norma
kehidupan masyarakat kita. Kehamilan remaja adalah isu yang saat ini mendapat
perhatian pemerintah. Karena masalah kehamilan remaja tidak hanya membebani
remaja sebagai individu dan bayi mereka namun juga mempengaruhi secara luas
pada seluruh masyarakat dan juga membebani sumber-sumber kesejahteraan. Namun, alasan-alasannya
tidak sepenuhnya dimengerti. Beberapa sebab kehamilan termasuk rendahnya
pengetahuan tentang keluarga berencana, perbedaan budaya yang menempatkan harga
diri remaja di lingkungannya, perasaan remaja akan ketidakamanan atau
impulsifisitas, ketergantungan kebutuhan, dan keinginan yang
sangat
untuk mendapatkan kebebasan. Selain masalah kehamilan pada remaja masalah yang
juga sangat menggelisahkan berbagai kalangan dan juga banyak terjadi pada masa
remaja adalah banyaknya remaja yang mengidap HIV/AIDS.
Remaja
dan HIV/AIDS
Penularan
virus HIV ternyata menyebar sangat cepat di kalangan remaja dan kaum muda.
Penularan HIV di Indonesia terutama terjadi melalui hubungan seksual yang tidak
aman, yaitu sebanyak 2.112(58%) kasus. Dari beberapa penelitian terungkap bahwa
semakin lama semakin banyak remaja di bawah usia 18 tahun yang sudah melakukan
hubungan seks. Cara penularan lainnya adalah melalui jarum suntik (pemakaian
jarum suntik secara bergantian pada pemakai narkoba, yaitu sebesar 815 (22,3%)
kasus dan melalui transfusi darah 4 (0,10%) kasus). FKUl-RSCM melaporkan bahwa
lebih dari 75% kasus infeksi HIV di kalangan remaja terjadi di kalangan
pengguna narkotika. Jumlah ini merupakan kenaikan menyolok dibanding beberapa
tahun yang lalu. Beberapa penyebab rentannya remaja terhadap HIV/AIDS adalah
1. Kurangnya informasi yang benar mengenai
perilaku seks yang aman dan upaya pencegahan yang bisa dilakukan oleh remaja
dan kaum muda. Kurangnya informasi ini disebabkan adanya nilai-nilai agama,
budaya, moralitas dan lain-lain, sehingga remaja seringkali tidak memperoleh
informasi maupun pelayanan kesehatan reproduksi yang sesungguhnya dapat
membantu remaja terlindung dari berbagai resiko, termasuk penularan HIV/AIDS.
2. Perubahan fisik dan emosional
pada remaja yang mempengaruhi dorongan seksual. Kondisi ini mendorong remaja
untuk mencari tahu dan mencoba-coba sesuatu yang baru, termasuk melakukan
hubungan seks dan penggunaan narkoba.
3. Adanya informasi yang
menyuguhkan kenikmatan hidup yang diperoleh melalui seks, alkohol, narkoba, dan
sebagainya yang disampaikan melalui berbagai media cetak atau elektronik.
4. Adanya tekanan dari teman
sebaya untuk melakukan hubungan seks, misalnya untuk membuktikan bahwa mereka
adalah jantan.
5. Resiko HIV/AIDS sukar
dimengerti oleh remaja, karena HIV/AIDS mempunyai periode inkubasi yang
panjang, gejala awalnya tidak segera terlihat.
6. Informasi mengenai penularan
dan pencegahan HIV/AIDS rupanya juga belum cukup menyebar di kalangan remaja.
Banyak remaja masih mempunyai pandangan yang salah mengenai HIV/AIDS.
7. Remaja pada umumnya kurang
mempunyai akses ke tempat pelayanan kesehatan reproduksi dibanding orang
dewasa. Hal tersebut dibuktikan dengan banyaknya remaja yang terkena HIV/AIDS
tidak menyadari bahwa mereka terinfeksi, kemudian menyebar ke remaja lain,
sehingga sulit dikontrol.
2.2.3 Remaja Dan Penyalahgunaan Minuman Keras Dan Narkoba
Berdasarkan data Badan Narkotika Nasional (BNN),jumlah
kasus penyalahgunaan Narkoba di Indonesia dari tahun 1998 - 2003 adalah 20.301 orang,
di mana 70% diantaranya berusia antara 15 -19 tahun
Pengaruh
Minuman Keras dan Narkoba Terhadap Tubuh (Fisik dan Mental)
Pengaruh
alkohol terhadap tubuh bervariasi, tergantung pada beberapa faktor yaitu :
_
Jenis dan jumlah alkohol yang dikonsumsi
_
Usia, berat badan, dan jenis kelamin
_
Makanan yang ada di dalam lambung
_
Pengalaman seseorang minum – minuman beralkohol
_
Situasi dimana orang minum – minuman beralkohol
Pengaruh
jangka pendek
Walaupun pengaruh terhadap individu berbeda – beda,
terdapat hubungan antara konsentrasi alkohol di dalam darah (Blood Alkohol
Concentration – BAC) dan efeknya. Euphoria ringan dan stimulasi terhadap
perilaku lebih aktif seiring dengan meningkatnya konsentrasi alkohol di dalam
darah. Sayangnya orang banyak beranggapan bahwa penampilan mereka menjadi lebih
baik dan mereka mengabaikan efek buruknya.\
Resiko
intoksikasi (”mabuk”)
Gejala intoksikasi alkohol yang paling umum adalah
”mabuk”, ”teler” sehingga dapat menyebabkan cedera dan kematian. Penurunan
kesadaran seperti koma dapat terjadi pada keracunan alkohol yang berat demikian
juga henti nafas dan kematian. Selain kematian, efek jangka pendek alkohol
dapat menyebabkan hilangny produktifitas kerja (misalnya ”teler, kecelakaan
akibat ngebut). Sebagai tambahan, alkohol dapat menyebabkan perilaku kriminal.
70 % dari narapidana menggunakan alkohol sebelum melakukan tindak kekerasan dan
lebih dari 40 % kekerasan dalam rumah tangga dipengaruhi oleh alkohol
Pengaruh
Jangka Panjang
Mengkonsumsi
alkohol berlebiha dalam jangka panjang dapat menyebabkan :
Kerusakan
jantung, Tekanan Darah Tinggi, Stroke, Kerusakan hati, Kanker saluran
pencernaan, Gangguan pencernaan lainnya (misalnya tukak lambung), Impotensi dan
berkurangnya kesuburan, Meningkatnya resiko terkena kanker payudara, Kesulitan
tidur, Kerusakan otak dengan perubahan kepribadian dan suasana perasaan, Sulit
dalam mengingat dan berkonsentrasi.
Toleransi
dan Ketergantungan
Pengguna alkohol yang terus menerus dapat mengalami
toleransi dan ketergantungan. Toleransi adalah peningkatan penggunaan alkohol
dari jumlah yang kecil menjadi lebih besar untuk mendapatkan pengaruh yang
sama. Sedangkan ketergantungan adalah keadaan dimana alkohol menjadi bagian
yang penting dalam kehidupannya, banyak waktu yang terbuang karena memikirkan (cara
mendapatkan, mengkonsumsi dan bagaimana cara berhenti). Pengguna alkohol akan
mengalami kesulitan bagaimana cara menghentikan atau mengendalikan jumlah
alkohol yang dikonsumsi.
Gejala
Putus Alkohol
Seseorang yang mengalami ketergantungan secara fisik terhadap
alkohol akan mengalami gejala putus alkohol apabila menghentikan atau
mengurangi penggunaannya. Gejala biasanya terjadi mulai 6 – 24 jam setelah
minum yang terakhir. Gejala ini dapat berlangsung selama 5 hari, diantaranya
adalah :
Gemetar,
Mual, Cemas, Depresi, Berkeringat yang banyak, Nyeri kepala, Sulit tidur
(berlangsung beberapa minggu) Gejala putus alkohol sangat berbahaya. Orang yang
minum lebih dari 8 standar minum perhari dianjurkan untuk berkonsultasi ke
dokter (sebelum memutuskan untuk berhenti minum) untuk mendapatkan terapi medis
guna mencegah komplikasi
Sedangkan
berdasarkan efeknya, narkoba bisa dibedakan menjadi tiga:
1. Depresan,
yaitu menekan sistem sistem syaraf pusat dan mengurangi aktifitas fungsional
tubuh sehingga pemakai merasa tenang, bahkan bisa membuat pemakai tidur dan tak
sadarkan diri. Bila kelebihan dosis bisa mengakibatkan kematian. Jenis narkoba
depresan antara lain opioda, dan berbagai turunannya seperti morphin dan
heroin. Contoh yang populer sekarang adalah Putaw.
2. Stimulan, merangsang fungsi tubuh dan
meningkatkan kegairahan serta kesadaran. Jenis stimulan: Kafein, Kokain,
Amphetamin. Contoh yang sekarang sering dipakai adalah Shabu-shabu dan Ekstasi.
3. Halusinogen, efek utamanya adalah mengubah
daya persepsi atau mengakibatkan halusinasi. Halusinogen kebanyakan berasal
dari tanaman seperti mescaline dari kaktus dan psilocybin dari jamur-jamuran.
Selain itu ada jugayang diramu di laboratorium seperti LSD. Yang paling banyak dipakai
adalah marijuana atau ganja..
Dampak
Penyalahgunaan Narkoba
Bila
narkoba digunakan secara terus menerus atau melebihi takaran yang telah
ditentukan akan mengakibatkan ketergantungan. Kecanduan inilah yang akan
mengakibatkan gangguan fisik dan psikologis, karena terjadinya kerusakan pada
sistem syaraf pusat (SSP) dan organ-organ tubuh seperti jantung, paru-paru, hati
dan ginjal. Dampak penyalahgunaan narkoba pada seseorang sangat tergantung pada
jenis narkoba yang dipakai, kepribadian pemakai dan situasi atau kondisi pemakai.
Secara umum, dampak kecanduan narkoba dapat terlihat pada fisik, psikis maupun
sosial seseorang.
1.
Dampak Fisik:
1. Gangguan
pada system syaraf (neurologis) seperti: kejang-kejang, halusinasi, gangguan
kesadaran, kerusakan syaraf tepi
2. Gangguan
pada jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler) seperti: infeksi akut otot
jantung, gangguan peredaran darah
3.
Gangguan pada kulit (dermatologis) seperti: penanahan (abses), alergi, eksim
4. Gangguan
pada paru-paru (pulmoner) seperti: penekanan fungsi pernapasan, kesukaran
bernafas, pengerasan jaringan paru-paru
5. Sering
sakit kepala, mual-mual dan muntah, murus-murus, suhu tubuh meningkat,
pengecilan hati dan sulit tidur
6. Dampak
terhadap kesehatan reproduksi adalah gangguan padaendokrin, seperti: penurunan
fungsi hormon reproduksi (estrogen, progesteron, testosteron), serta gangguan
fungsi seksual
7. Dampak
terhadap kesehatan reproduksi pada remaja perempuan antara lain perubahan
periode menstruasi, ketidakteraturan menstruasi, dan
amenorhoe (tidak haid)
8. Bagi
pengguna narkoba melalui jarum suntik, khususnya pemakaian jarum suntik secara
bergantian, risikonya adalah tertular penyakit seperti hepatitis B, C, dan HIV
yang hingga saat ini belum ada obatnya
9.
Penyalahgunaan narkoba bisa berakibat fatal ketika terjadi Over Dosis yaitu
konsumsi narkoba melebihi kemampuan tubuh untuk menerimanya. Over dosis bisa
menyebabkan kematian
2.
Dampak Psikis:
1.
Lamban kerja, ceroboh kerja, sering tegang dan gelisah
2.
Hilang kepercayaan diri, apatis, pengkhayal, penuh curiga
3.
Agitatif, menjadi ganas dan tingkah laku yang brutal
4.
Sulit berkonsentrasi, perasaan kesal dan tertekan
5.
Cenderung menyakiti diri, perasaan tidak aman, bahkan bunuh diri
3.
Dampak Sosiai:
1.
Gangguan mental, anti-sosial dan asusila, dikucilkan oleh lingkungan
2.
Merepotkan dan menjadi beban keluarga
3.
Pendidikan menjadi terganggu, masa depan suram
Dampak
fisik, psikis dan sosial berhubungan erat. Ketergantungan fisik akan
mengakibatkan rasa sakit yang luar biasa (sakaw) bila terjadi putus obat (tidak
mengkonsumsi obat pada waktunya) dan dorongan psikologis berupa keinginan
sangat kuat untuk mengkonsumsi (bahasa gaulnya sugest). Gejata fisik dan
psikologis ini juga berkaitan dengan gejala sosial seperti dorongan untuk membohongi
orang tua, mencuri, pemarah, manipulatif, dll.
Bahaya
Narkoba Bagi Remaja
Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa
anak-anak dan masa dewasa. Perkembangan seseorang dalam masa anak-anak dan
remaja akan membentuk perkembangan diri orang tersebut di masa dewasa. Karena
itulah bila masa anak-anak dan remaja rusak karena narkoba, maka suram atau
bahkan hancurlah masa depannya. Pada masa remaja, justru keinginan untuk
mencoba-coba, mengikuti trend dan gaya hidup, serta bersenang-senang besar
sekali. Walaupun semua kecenderungan itu wajar-wajar saja, tetapi hal itu bisa
juga memudahkan remajauntuk terdorong
menyalahgunakan narkoba. Data menunjukkan bahwa jumlah pengguna narkoba yang
paling banyak adalah kelompok usia remaja. Masalah menjadi lebih gawat lagi
bila karena penggunaan narkoba, para remaja tertular dan menularkan HIV/AIDS di
kalangan remaja. Hal ini telah terbukti dari pemakaian narkoba melalui jarum
suntik secara bergantian. Bangsa ini akan kehilangan remaja yang sangat banyak
akibat penyalahgunaan narkoba dan merebaknya HIV/AIDS. Kehilangan remaja sama
dengan kehilangan sumber daya manusia bagi bangsa.
2.3 MENANGANI MASALAH YANG TERJADI PADA
REMAJA
Selain ketiga masalah psikososial yang sering terjadi pada
remaja seperti yang disebutkan dan dibahas diatas terdapat pula masalah masalah
lain pada remaja seperti tawuran, kenakalan remaja, kecemasan, menarik diri,
kesulitan belajar, depresi dll. Semua masalah tersebut perlu mendapat perhatian
dari berbagai pihak mengingat remaja merupakan calon penerus generasi bangsa. Ditangan
remaja lah masa depan bangsa ini digantungkan. Terdapat beberapa cara yang
dapat dilakukan dalam upaya untuk mencegah semakin meningkatnya masalah yang
terjadi pada remaja, yaitu antara lain :
Peran
Orangtua :
·
Menanamkan pola asuh yang baik pada anak sejak prenatal dan balita
·
Membekali anak dengan dasar moral dan agama
·
Mengerti komunikasi yang baik dan efektif antara orangtua – anak
·
Menjalin kerjasama yang baik dengan guru
·
Menjai tokoh panutan bagi anak baik dalam perilaku maupun dalam hal
menjaga lingkungan yang sehat
·
Menerapkan disiplin yang konsisten pada anak
·
Hindarkan anak dari NAPZA
Peran
Guru :
·
Bersahabat dengan siswa
·
Menciptakan kondisi sekolah yang nyaman
·
Memberikan keleluasaan siswa untuk mengekspresikan diri pada kegiatan
ekstrakurikuler
·
Menyediakan sarana dan prasarana bermain dan olahraga
·
Meningkatkan peran dan pemberdayaan guru BP
·
Meningkatkan disiplin sekolah dan sangsi yang tegas
·
Meningkatkan kerjasama dengan orangtua, sesama guru dan sekolah lain
· Meningkatkan
keamanan terpadu sekolah bekerjasama dengan Polsek
setempat
·
Mewaspadai adanya provokator
·
Mengadakan kompetisi sehat, seni budaya dan olahraga antar sekolah
·
Menciptakan kondisi sekolah yang memungkinkan anak berkembang
secara
sehat dalah hal fisik, mental, spiritual dan sosial
·
Meningkatkan deteksi dini penyalahgunaan NAPZA
Peran
Pemerintah dan masyarakat :
·
Menghidupkan kembali kurikulum budi pekerti
·
Menyediakan sarana/prasarana yang dapat menampung agresifitas anak
melalui
olahraga dan bermain
·
Menegakkan hukum, sangsi dan disiplin yang tegas
·
Memberikan keteladanan
·
Menanggulangi NAPZA, dengan menerapkan peraturan dan hukumnya
secara
tegas
·
Lokasi sekolah dijauhkan dari pusat perbelanjaan dan pusat hiburan
Peran
Media :
·
Sajikan tayangan atau berita tanpa kekerasan (jam tayang sesaui usia)
·
Sampaikan berita dengan kalimat benar dan tepat (tidak provokatif)
·
Adanya rubrik khusus dalam media masa (cetak, elektronik) yang bebas
biaya
khusus untuk remaja
2.4 IMPLIKASI PANCASILA DALAM MEMBENTUK KARAKTER BANGSA LEWAT
PENDIDIKAN
Aspek pendidikan adalah aspek terpenting
dalam membentuk karakter bangsa. Dengan mengukur kualitas pendidikan, maka kita
dapat melihat potret bangsa yang sebenarnya, karena aspek pendidikanlah yang
menentukan masa depan seseorang, apakah dia dapat memberikan suatu yang
membanggakan bagi bangsa dan dapat mengembalikan jati diri bangsa
atau sebaliknya.
Pada masalah aspek otoritas pendidikan, anak
didik sebetulnya hanya ditekankan pada sapek kognitif saja. Akibatnya adalah
anak didik yang diberi materi pelajaran hanya sekedar ‘tahu’ dan ‘mengenal’
dengan apa yang didapatkannya, tanpa memahami apa yang mereka pelajari apalagi
menerapkannya pada kehidupan sehari-hari. Padahal aspek yang lainnya, seperti
afektif dan psikomotorik adalah hal penting yang harus didik. Karena institusi
pendidikan seharusnya dapat membuat anak didik menerapkan apa yang diajari,
karena sesungguhnya itulah kegunaan dari ilmu pengetahuan. Apakah anak didik di
bangsa ini hanya akan menjadi ‘manusia robot’ yang tidak memiliki rasa
toleransi dan apatis pada kehidupan sosialnya? Lalu bagaimana generasi seperti ini
dapat mengembalikan jati diri bangsa? Kita tidak tahu standar
apa yang dipakai dalam otoritas pendidikan di negara ini, yang akhirnya anak
didik yang dihasilkan dari institusi pendidikan di negara ini tidak banyak yang
mampu untuk menerapkan ilmu dan pengetahuan yang mereka dapatkan di tempat
pendidikannya, apalagi untuk mengajarkannya pada orang lain. Penanaman karakter
anak didik dengan mengabaikan aspek afektif dan psikomotorik tidak akan
berhasil menghasilkan generasi penerus yang memberikan dampak positif bagi
bangsa. Mungkin memang nilai di atas kertas raport dan IPK terlihat bagus dan
memuaskan, akan tetapi ketika anak didik tidak mampu menerapkan ilmu yang
mereka dapatkan apa gunanya ilmu yang mereka punya? Otoritas pendidikan harus
menerapkan aspek-aspek pendidikan yang ditetapkan oleh lembaga pendidikan PBB,
UNESCO, yaitu belajar untuk tahu (learn to know), belajar untuk berbuat (learn
to do), belajar untuk menjadi diri sendiri (learn to be her/himself), belajar
untuk hidup bersama (learn to live together). Ketika semua aspek itu dapat
dijalankan maka bangsa ini akan memiliki generasi yang dapat dibanggakan, bagi
bangsa maupun bagi seluruh dunia. Pendidikan bukan hanya transfer ilmu tanpa
aktualisasi ilmu, akan tetapi pembentukan karakter diri dan bangsa dengan ilmu
yang didapat, hingga akhirnya mereka para generasi muda dapat mengembalikan
jati diri bangsa dengan ilmu yang mereka punya.
Banyaknya faktor atau media yang
mempengaruhi pembentukan karakter
ini menyebabkan pendidikan untuk
pengembangan karakter bukan
sebuah usaha yang mudah. Secara normatif, pembentukan atau pengembangan karakter yang baik memerlukan kualitas
lingkungan yang baik juga. Dari sekian banyak
Faktor atau media yang berperan dalam
pembentukan karakter, dalam risalah ini akan dilihat peran
tiga media yang saya yakini sangat besar pengaruhnya, yaitu:
1. Keluarga
Keluarga adalah komunitas
pertama di mana manusia, sejak usia dini, belajar konsep baik dan buruk, pantas
dan tidak pantas, benar dan salah. Dengan kata lain, di keluargalah seseorang,
sejak dia sadar lingkungan, belajar tata-nilai atau moral. Karena tata-nilai
yang diyakini seseorang akan tercermin dalam
karakternya, maka di keluargalah
proses pendidikan karakter berawal. Pendidikan di keluarga ini akan
menentukan seberapa jauh seorang anak dalam
prosesnya menjadi orang yang lebih dewasa, memiliki komitmen terhadap nilai
moral tertentu seperti kejujuran, kedermawanan, kesedehanaan, dan menentukan
bagaimana dia melihat dunia sekitarnya, seperti memandang orang lain yang tidak
sama dengan dia –berbeda status sosial, berbeda suku, berbeda agama, berbeda
ras, berbeda latar belakang budaya. Di keluarga juga seseorang mengembangkan
konsep awal mengenai keberhasilan dalam
hidup ini atau pandangan mengenai apa yang dimaksud dengan hidup yang berhasil,
dan wawasan mengenai masa depan.
Dari sudut pandang pentingnya keluarga sebagai basis pendidikan karakter, maka tidak salah kalau krisis karakter yang terjadi di Indonesia sekarang ini bisa dilihat
sebagai salah satu cerminan gagalnya pendidikan
di keluarga. Korupsi misalnya, bisa dilihat sebagai kegagalan pendidikan untuk menanamkan dan
menguatkan nilai kejujuran dalam
keluarga. Orang tua yang membangun
kehidupannya di atas tindakan yang korup, akan sangat sulit menanamkan nilai
kejujuran pada anak-anaknya. Mereka mungkin tidak menyuruh anaknya agar menjadi
orang yang tidak jujur, namun mereka cenderung tidak akan melihat sikap dan
perilaku jujur dalam kehidupan
sebagai salah satu nilai yang sangat penting yang harus dipertahankan
mati-matian. Ini mungkin bisa dijadikan satu penjelasan mengapa korupsi di
Indonesia mengalami alih generasi. Ada pewarisan sikap permisif terhadap
korupsi dari satu generasi ke generasi berikutnya.
2. Media masa.
Dalam era
kemajuan teknologi informasi dan telekomunikasi sekarang ini, salah satu faktor
yang berpengaruh sangat besar dalam
pembangunan atau sebaliknya juga perusakan karakter masyarakat atau bangsa
adalah media massa, khususnya media elektronik, dengan pelaku utamanya
adalah televisi. Sebenarnya besarnya peran media, khususnya media cetak dan
radio, dalam pembangunan karakter bangsa telah dibuktikan secara nyata oleh para pejuang
kemerdekaan. Bung Karno, Bung Hattta, Ki Hajar Dewantoro, melakukan pendidikan bangsa untuk menguatkan karakter
bangsa melalui tulisan-tulisan
di surat kabar waktu itu. Bung Karno dan Bung Tomo mengobarkan semangat
perjuangan, keberanian dan persatuan melalui radio. Mereka, dalam keterbatasannya, memanfaatkan
secara cerdas dan arif teknologi yang ada pada saat itu untuk membangun karakter bangsa,
terutama sekali: kepercayaan diri bangsa,
keberanian, kesediaaan berkorban, dan rasa persatuan. Sayangnya kecerdasan dan
kearifan yang telah ditunjukkan generasi pejuang kemerdekaan dalam memanfaatkan media massa untuk
kepentingan bangsa makin sulit
kita temukan sekarang. Media massa sekarang memakai teknologi yang makin lama
makin canggih. Namun tanpa kecerdasan dan kearifan, media massa yang didukung
teknologi canggih tersebut justru akan melemahkan atau merusak karakter bangsa. Saya tidak ragu mengatakan, media elektronik di Indonesia
, khususnya televisi, sekarang ini kontribusinya ’nihil’ dalam pembangunan karakter bangsa. Saya tidak bermaksud untuk mengatakan bahwa tidak ada
program televisi yang baik. Namun sebagian besar program televisi justru lebih
menonjolkan karakter buruk
daripada karakter baik. Sering
kali pengaruh lingkungan keluarga yang baik justru dirusak oleh siaran media
televisi. Di keluarga, anak-anak dididik untuk menghindari kekerasan, namun
acara TV justru penuh dengan adegan kekerasan. Di rumah, anak-anak dididik
untuk hidup sederhana, namun acara sinetron di tevisi Indonesia justru
memamerkan kemewahan. Di rumah anak-anak dididik untuk hidup jujur, namun
tayangan di televisi Indonesia justru secara tidak langsung menunjukkan
’kepahlawanan’ tokoh-tokoh yang justru di mata publik di anggap ’kaisar’ atau
’pangeran-pangeran’ koruptor. Para guru agama mengajarkan bahwa membicarakan
keburukan orang lain dan bergosip itu tidak baik, namun acara televisi,
khususnya infotainment, penuh dengan gosip. Bapak dan ibu guru di sekolah
mendidik para murid untuk berperilaku santun, namun suasana sekolah di sinetron
Indonesia banyak menonjolkan perilaku yang justru tidak santun dan melecehkan
guru. Secara umum, banyak tayangan di televisi Indonesia, justru ’membongkar’
anjuran berperilaku baik yang ditanamkan di di rumah oleh orang tua dan oleh
para guru di sekolah.
3. Pendidikan formal.
Pendidikan
formal, sekolah-sekolah dan perguruan tinggi, diharapkan berperan besar dalam pembangunan karakter. Lembaga-lembaga pendidikan formal diharapkan dapat
mencerdaskan kehidupan bangsa.
Namun demikian pengalaman Indonesia selama empat dekade terakhir ini
menunjukkan bahwa sekolah-sekolah dan perguruan tinggi dengan cara-cara pendidikan yang dilakukannya sekarang
belum banyak berkontribusi dalam
hal ini. Di atas telah diuraikan, kecenderungan lembaga pendidikan formal yang merosot hanya menjadi lembaga-lembaga
pelatihan adalah salah satu sumber penyebabnya. Pelatihan memusatkan perhatian
pada pengembangan keterampilan dan pengalihan pengetahuan. Sedangkan pendidikan mencakup bahkan
mengutamakan pengembangan jati diri atau karakter, tidak terbatas hanya pada pengalihan pengetahuan atau
mengajarkan keterampilan. Harus diakui bahwa pendidikan formal di sekolah-sekolah di Indonesia, dari sekolah
dasar sampai perguruan tinggi, secara umum menghabiskan bagian terbesar
waktunya untuk melakukan pelatihan daripada pendidikan. Kegiatan pendidikan
telah teredusir menjadi kegiatan ’mengisi’ otak para siswa sebanyak-banyaknya,
dan kurang perhatian pada perkembangan ’hati’ mereka. Keberhasilan seorang guru
diukur dari kecepatannya ’mengisi’ otak para siswanya. Sekolah menjadi ’pabrik’
untuk menghasilkan orang-orang yang terlatih, namun belum tentu terdidik.
Namun demikian, ini tidak berarti bahwa secara praktek pendidikan sama sekali terpisah dari
pelatihan. Dalam pendidikan dikembangkan juga berbagai
keterampilan. Namun pengembangan keterampilan saja tidak dengan sendirinya
berarti pendidikan, walaupun hal
itu dilakukan pada lembaga yang secara resmi diberi nama lembaga pendidikan, seperti universitas,
institut teknologi, dan yang lainnya.
Di pihak lain, seorang pelatih yang bermutu dapat dengan cerdas
memakai kegiatan pelatihan menjadi kendaraan efektif untuk pendidikan. Pelatih sepak bola dapat
memakai kegiatan pelatihan untuk menumbuhkan dan menguatkan sikap sportif,
gigih, kerjasama tim, kesediaan berbagi, berlapang dada dalam kekalahan, dan rendah hati dalam kemenangan. Masalah kita sekarang, tanpa disadari sudah
terjadi degradasi proses-proses dan program-program yang dimaksudkan untuk pendidikan menjadi proses dan program
pelatihan. Di pihak lain belum nampak tanda-tanda kegiatan pelatihan
dimanfaatkan secara optimal sebagai wahana untuk pendidikan.
No comments:
Post a Comment