BAB I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Pendidikan merupakan salah satu wahana penting untuk
membangun sumber daya manusia yang berkualitas dan memiliki pribadi yang
unggul. Hal ini sebagaimana tercantum dalam undang-undang Republik
Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal
3, yang menyatakan bahwa pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.
Tujuan pendidikan yang sangat mulia tersebut merupakan
tanggung jawab guru untuk menuntun peserta didik mengembangkan dirinya dan
peserta didik itu sendiri dalam mengembangkan kemampuannya. Perkembangan
manusia dalam masyarakat modern ditandai oleh serangkaian tugas dimana individu
harus belajar sepanjang hidupnya. Keberhasilan dalam perkembangan individu
diharapkan dapat melahirkan kebahagiaan dan kesuksesan bagi individu untuk
menyelesaikan tugas-tugas berikutnya. Sebaliknya kegagalan dalam mencapai
tugas-tugas perkembangan itu dapat mengakibatkan ketidakbahagiaan bagi individu, penolakan
oleh masyarakat, dan kesulitan dengan tugas-tugas berikutnya.
Perkembangan merupakan suatu konsep yang cukup rumit dan
komplek oleh karena itu untuk memahami perkembangan peserta didik tersebut,
kita harus memahami terlebih dahulu definisi perkembangan itu sendiri. Definisi
perkembangan yang diapaparkan oleh para ahli sangat beragam. Keberagaman
konsep-konsep tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga golongan yaitu aliran
asosiasi, aliran psikologi Gestalt, dan aliran sosiologis.
Berdasarkan uraian tersebut, penulis ingin mengkaji lebih jauh definisi perkembangan
menurut konsepsi aliran-aliran tersebut
melalui sebuah makalah dengan judul “ Konsepsi
Definisi Perkembangan”.
1.2
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan
latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan yaitu:
1.
bagaimanakah definisi
perkembangan menurut konsepsi aliran Asosiasi?
2.
bagaimanakah definisi
perkembangan menurut konsepsi aliran Psikologi Gestalt?
3.
bagaimanakah definisi
perkembangan menurut konsepsi aliran Sosiologis?
1.3
TUJUAN
Sejalan dengan rumusan masalah, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini
adalah sebagai berikut:
1.
menganalisis definisi
perkembangan menurut konsepsi aliran Asosiasi
2.
menganalisis definisi
perkembangan menurut konsepsi aliran Psikologi Gestal
3.
menganalisis definisi
perkembangan menurut konsepsi aliran Sosiologis
1.4
MANFAAT
Adapun manfaat yang diharapkan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.
Bagi Penulis
Pembuatan makalah ini telah
memberikan berbagai pengalaman bagi penulis, seperti pengalaman dalam mengumpulkan
bahan dari berbagai sumber baik buku-buku maupun artikel-artikel yang relevan
dengan masalah yang dikaji. Selain itu penulis juga mendapatkan berbagai pengalaman
mengenai teknik penulisan makalah, teknik pengutipan, dan teknik penggabungan
materi dari berbagai sumber.
2.
Bagi Pembaca
Mahasiswa yang membaca makalah ini
akan dapat memahami konsep definisi perkembangan menurut aliran asosiasi,
psikologi gestalt, dan aliran sosiologis. Makalah ini juga dapat dijadikan
sumber refrensi bagi mahasiswa untuk mengembangkan pengetahuannya mengenai
definisi perkembangan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
DEFINISI PERKEMBANGAN
Secara sederhana Seifert & Hoffnug
(Desmita, 2005:4) mendefinisikan perkembangan sebagai “Long term changes in a person’s growth, feeling, patterns of thinking,
social relationship, and motor skill.” Sementara itu, Chaplin (Desmita,
2002:4) mengartikan perkembangan sebagai: (1) perubahan yang berkesinambungan
dan progresif dalam organisme, dari lahir sampai mati; (2) pertumbuhan; (3)
perubahan dalam bentuk dan dalam integrasi dari bagian-bagian jasmaniah ke
dalam bagian-bagian fungsional; (4) kedewasaan atau kemunculan pola-pola asasi
dari tingkah laku yang tidak dipelajari. Danim & Khairil (2010) dalam
bukunya yang berjudul Psikologi Pendidikan menjelaskan pengertian perkembangan
adalah perubahan yang sistematis, progresif, dan berkesinambungan dalam diri
individu sejak lahir hingga akhir hayatnya. Perubahan itu dijalani oleh anak
manusia khususnya sejak lahir hingga mencapai tingkat kedewasaan atau
kematangan. Sistematis mengandung makna bahwa perkembangan itu dalam makna
normal jelas urutannya. Progresif bermakna perkembangan itu merupakan
metamorphosis menuju kondisi ideal. Berkesinambungan bermakna ada konsistensi
laju perkembangan itu sampai dengan tingkat optimum. Sejalan dengan pendapat
diatas Sunarto & Hartono (2002:43) menyatakan bahwa perkembangan merupakan
suatu proses yang menggambarkan prilaku kehidupan sosial manusia pada posisi
yang harmonis didalam lingkungan masyarakat yang lebih luas dan kompleks.
Kalau kita cermati pendapat para ahli
diatas ternyata, pengertian perkembangan bermacam-macam sekali, akan tetapi betapapun
juga berbeda-bedanya pendapat para ahli tersebut, namun semuanya mengakui bahwa
perkembangan itu adalah suatu perubahan, perubahan kearah yang lebih maju,
lebih dewasa. Secara teknis perubahan tersebut biasanya disebut proses. Jadi
pada garis besarnya para ahli sependapat, bahwa perkembangan itu adalah suatu
proses. Tetapi apabila persoalan kita lanjutkan dengan mempersoalkan proses
apa, maka di sini kita dapatkan lagi bermacam-macam jawaban, yang pada pokoknya
berpangkal kepada pendirian masing-masing ahli. Pendapat atau konsepsi yang
bermacam-macam itu pada pokoknya dapat kita golongkan menjadi tiga golongan,
yaitu :
1.
konsepsi-konsepsi para ahli
yang mengikuti aliran Asosiasi;
2.
konsepsi-konsepsi para ahli
yang mengikuti aliran Gestalt;
3.
konsepsi-konsepsi para ahli
yang mengikuti aliran Sosiologisme.
2.2
DEFINISI PERKEMBANGAN MENURUT KONSEPSI ALIRAN ASOSIASI
2.2.1
Asal Mula Munculnya Aliran Asosiasi
Aliran asosiasi
merupakan pengembangan dari empirisme pada masa Renaisans yang menguatkan studi
tentang manusia. Aliran asosiasi merupakan bagian dari psikologi kontemporer
abad 19 yang mempercayai bahwa proses psikologi pada dasarnya adalah ‘asosiasi
ide.’ Aliran ini masih merupakan pendapat-pendapat beberapa tokoh mengenai manusia
dan jiwa manusia. Awal mula munculnya aliran asosiasi yaitu berawal dari pemikiran
tentang hukum-hukum asosiasi misalnya contiguity, similarity dan
cause-effect. oleh penganut paham empirisme (Hari & Indrayani, 2010:1).
Awal mula
berkembangnya aliran asosiasi yaitu dipelopori oleh James Mill yang pendapatnya
disetujui oleh John Locke. James Mill berpendapat jiwa manusia diibaratkan
sebagai mental chemistry. Uraiannya
yang terkenal dalam hubungan ini adalah mengenai ide (idea) dikatakannya
bahwa unsur atau elemen terkecil dari jiwa manusia (human mind) ialah simple
idea. James Mill berpendapat bahwa simple idea bukan sesuatu yang
dibawa sejak lahir, melainkan sesuatu yang diperoleh. Sebab apabila simple idea
yang satu bergabung dengan simple idea yang lain akan terbentuk apa yang
disebut complex idea. Kemudian, apabila complex
idea yang satu bergabung dengan complex idea yang lain akan
terbentuk apa yang disebutnya compound idea (gabungan ide). Tergabungnya
simple idea yang satu dengan simple idea yang lain hanya mungkin terjadi oleh
adanya asosiasi (Hari &
Indrayani, 2010:1).
2.2.2
Tokoh-Tokoh Aliran Asosiasi
a.
John Locke
|
John Locke (Desmita, 2005:14) mengemukakan
bahwa pengalaman dan pendidikan merupakan faktor yang paling menentukan dalam
perkembangan anak. Menurut Locke, isi kejiwaan anak ketika dilahirkan adalah
ibarat secarik kertas yang masih kosong, dimana bentuk dan corak kertas
tersebut nantinya sangat ditentukan oleh bagaimana cara kertas itu ditulisi. Anak adalah
pribadi yang masih bersih dan peka terhadap rangsangan-rangsangan yang bersal
dari lingkungan. Oleh sebab itu peranan orang tua sangat penting dalam mengisi
secarik kertas kosong itu sejak dari bayi.
Locke ( Budiantoro, 2010:3) membedakan adanya dua macam pengalaman
yaitu:
1.
pengalaman luar, yaitu
pengalaman yang diperoleh dengan melalui panca indera, yang menimbulkan “sensations” dan
2.
pengalaman dalam, yaitu
pengalaman mengenai keadaan dan kegiatan batin sendiri, yang menimbulkan “reflexions”.
Kedua macam kesan itu,
yaitu sensations dan reflexions merupakan pengertian
sederhana (simple ideas), yang
kemudian dengan asosiasi membentuk pengertian yang kompleks (complex ideas).
b.
James Mill
|
Pandangan
Mill tidak jauh beda dengan pandangan John Locke tentang ide. Hanya disini Mill
membedakan antara penginderaan (sensation) dan ide. Penginderaan adalah
hasil kontak langsung alat indera manusia dengan rangsangan yang datang dari
luar dirinya. Ide adalah semacam salinan atau copy dari penginderaan itu
yang muncul dalam ingatan seseorang. Ia beranggapan sulit untuk memisahkan penginderaan dari ide, karena penginderaanlah yang
menimbulkan ide dan ide tak mungkin ada tanpa seseorang mengalami penginderaan
terlebih dahulu. Kemudian Mill berpendapat bahwa ide-ide dapat dihubungkan satu
dengan yang lainnya misalnya meja dan kursi. Mekanisme yang menghubungkan satu
ide dengan yang lainnya disebut asosiasi
(Hari & Indrayani, 2010:2).
James Mill (Hari & Indrayani, 2010:2) mengemukakan
bahwa kuat lemahnya asosiasi ditetapkan oleh
tiga kriteria :
1.
Ketetapan (permanency) :
Asosiasi yang kuat adalah asosiasi yang permanen, artinya selalu ada kapan
saja.
2.
Kepastian (certainty) : Suatu
asosiasi adalah kuat kalau orang yang berasosiasi itu benar-benar yakin akan
kebenaran asosiasinya itu.
3.
Fasilitas (facility) : Suatu
asosiasi akan kuat kalau lingkungan sekitar cukup banyak prasarana atau
fasilitas.
c.
John Stuart Mill
|
John Stuart Mill adalah putra dari James
Mill Karena latar belakang dan
pendidikan ayahnya itu, John Stuart Mill tertarik pada filsafat dan psikologi. Pendapat John Stuart Mill mengenai komposisi
mental ini berbeda dengan ayahnya. Dalam mengemukakan ajaran-ajarannya J.S.
Mill lebih banyak mendasarkan diri pada eksperimen-eksperimen daripada ayahnya
yang mendasarkan diri pada pemikiran-pemikiran yang abstrak teoritis saja. James
Mill mengatakan bahwa jiwa (mental) merupakan komposisi atau susunan yang tidak
terbatas dari elemen-elemennya dan susunan itu dapat diuaraikan ke dalam elemen-elemen
dasarnya (Hari & Indrayani, 2010:2).
Sebagaimana ayahnya, J.S.
Mill (Hari & Indrayani, 2010:3) memulai ajarannya dari penginderaan dan ide (sensation dan
idea).
Tapi pandangannya berbeda dari ayahnya yaitu :
1.
Penginderaan dan ide adalah dua
hal yang bisa dibedakan dan dipisahkan antara kedua itu, idelah yang sangat
penting daripada penginderaan.
2.
Ada 3 hukum asosiasi
yaitu :
¶ Similaritas: persamaan dua hal menyebabkan asosiasi.
Merupakan suatu keadaan ketika asosiasi terjadi karena suatu hal mempunyai
persamaan dengan satu hal lainnya sehingga kedua hal itu saling dihubungkan.
Misal: ketika seseorang teringat akan ibu, secara asosiatif, maka ia akan
teringat juga pada ayah, karena baik ayah maupun ibu adalah orang tua.
¶ Kontiguitas :
kelanjutan antara satu hal dengan hal yang lain yang menimbulkan asosiasi. Merupakan
hubungan asosiasi yang terjadi karena suatu hal berdekatan dengan hal lainnya,
baik dalam hal pengertian ruang maupun waktu. Misal: jika seseorang melihat
meja ia akan teringat pada kursi, karena kedua benda itu biasanya selalu
berdekatan.
¶ Intensitas : kekuatan hubungan antara dua hal menimbulkan
asosiasi dan karena ragu, beliau mengganti istilah intensitas dengan dua konsep
lain yaitu insuperability (tak
terpisahkan) dan frekuency (keseringan). Contoh inseparability:
jika melihat sebuah sepeda tanpa roda, kita akan berasosiasi pada roda sepeda
tersebut, karena sepeda dan rodanya tidak terpisahkan. Contoh frequency: demikian juga jika kita
sering sekali melihat A berjalan bersama B. Kalau pada suatu ketika kita
melihat A berjalan sendirian, kita akan teringat secara asosiatif pada B.
3.
Ide gabungan (compound
idea) bukan sekedar penjumlahan dari ide-ide simple saja, melainkan punya
sifat-sifat tersendiri yang lain dari sifat masing-masing simple idea yang
membentuk ide gabungan itu.
2.2.3
Konsep Aliran Asosiasi
Para ahli di bidang
ini menekankan pada prinsip asosiasi sebagai mekanisme untuk mendapatkan
pengalaman. Jadi isi dari mind adalah
pengalaman yang didapatkan melalui proses asosiasi terhadap rangsang
lingkungan. Pemikiran tentang asosiasi ini terutama berkembang di Inggris dan
awal bagi penekanan pada belajar dan memori (Hari & Indrayani, 2010:4). Konsep-konsep aliran ini
yakni sebagai berikut:
·
Penjelasan asosiasi
berfokus pada penemuan hukum-hukum asosiasi, seperti (1) law of contiguity
adalah informasi yang muncul bersamaan secara saling sambung menyambung akan
diasosiasikan menjadi satu pengetahuan; (2) law of similarity adalah informasi
yang sama akan dikaitkan; (3) law of intensity adalah adanya kombinasi
dari elemen dasar yang membentuk sesuatu yang berbeda dari masing-masing
elemennya. Pada intinya, penginderaan dan feelings dapat membentuk satu
keterkaitan dan masuk bersama ke dalam mind
sebagai satu pengetahuan, sehingga apabila salah satu muncul yang lain akan
ikut dimunculkan.
·
Ide masuk melalui alat
indra dan diasosiasikan berdasarkan prinsip-prinsip tertentu seperti kemiripan,
kontras, dan kedekatan.
·
Para ahli yang mengikuti aliran
asosiasi berpendapat bahwa pada hakekatnya perkembangan itu adalah proses
asosiasi. Bagi para ahli yang mengikuti aliran ini yang primer adalah
bagian-bagian, bagian-bagian ada lebih dulu, sedangkan keseluruhan ada
kemudian. Bagian-bagian itu terikat satu sama lain menjadi suatu keseluruhan
oleh asosiasi. Jadi misalnya
bagaimana terbentuknya pengertian lonceng pada anak-anak, mungkin akan
diterangkan demikian: mungkin anak anak itu mendengar suara lonceng lalu
memperoleh kesan pendengaran bagaimana tentang lonceng; selanjutnya anak-anak
itu melihat lonceng tersebut lalu mendapat kesan penglihatan (mengenai warna
dan bentuk); selanjutnya mungkin anak itu mempunyai kesan rabaan jika sekiranya
dia mempunyai kesempatan untuk meraba lonceng tersebut. Jadi, gambaran mengenai
lonceng itu makin lama makin lengkap.
·
Salah satu ciri dari psikologi
assosiasi adalah bersifat kausalitas, yang berarti peristiwa-peristiwa dalam
jiwa diterangkan dengan adanya perangsang yang berasal dari luar. Manusia
merupakan makhluk yang berkembang karena kebiasaan-kebiasaan dan pendidikan
yang dapat mempengaruhi sekehendak hatinya.
2.3
DEFINISI PERKEMBANGAN MENURUT KONSEPSI ALIRAN PSIKOLOGI GESTALT
2.3.1
Asal Mula Teori Gestalt
Aliran Psikologi Gestal
lahir pada awal abad kedua puluh oleh psikolog Jerman Max Wertheirmer yang
dipandang sebagai pendiri dari Psikologi Gestalt, tetapi ia bekerjasama dengan
dua temannya, yaitu Kurt Koffka dan Wolfgang Kohler (Danim & Khairil,
2010:34). Wertheimer dianggap sebagai pendiri teori Gestalt setelah dia
melakukan eksperimen dengan menggunakan alat yang bernama stroboskop, yaitu
alat yang berbentuk kotak dan diberi suatu alat untuk dapat melihat ke dalam
kotak itu. Di dalam kotak terdapat dua buah garis yang satu melintang dan yang
satu tegak. Kedua gambar tersebut diperlihatkan secara bergantian, dimulai dari
garis yang melintang kemudian garis yang tegak, dan diperlihatkan secara terus
menerus. Kesan yang muncul adalah garis tersebut bergerak dari tegak ke
melintang. Gerakan ini merupakan gerakan yang semu karena sesungguhnya garis
tersebut tidak bergerak melainkan dimunculkan secara bergantian (Iwan, 2010:3).
Pengikut-pengikut aliran psikologi gestalt mengemukakan konsepsi yang
berlawanan dengan konsepsi yang dikemukan oleh para ahli yang mengikuti aliran
asosiasi ( Budiantoro, 2010:3).
2.3.2
Tokoh-Tokoh Teori Gestal
a.
Max Wertheimer
|
Max
Wertheimer adalah tokoh tertua dari tiga serangkai pendiri aliran psikologi
Gestalt. Wertheimer dilahirkan di Praha pada tanggal 15 April 1880. Bersama-sama dengan Wolfgang Koehler dan Kurt
Koffka melakukan eksperimen yang akhirnya menelurkan ide Gestalt Konsep
pentingnya : Phi phenomenon, yaitu bergeraknya objek statis menjadi rangkaian gerakan yang
dinamis setelah dimunculkan dalam waktu singkat dan dengan demikian memungkinkan manusia
melakukan interpretasi.
Weirthmer menunjuk pada proses interpretasi dari sensasi obyektif yang
kita terima. Proses ini terjadi di otak
dan sama sekali bukan proses fisik tetapi proses mental (Iwan, 2010:2).
Pada tahun 1923,
Wertheimer (Iwan, 2010:3) mengemukakan hukum-hukum Gestalt dalam bukunya yang
berjudul “Investigation of Gestalt Theory”.
Hukum-hukum itu antara lain:
1.
Hukum Kedekatan (Law of Proximity)
2.
Hukum Ketertutupan ( Law of Closure)
3.
Hukum Kesamaan (Law of Equivalence)
b.
Kurt Koffka
|
Koffka lahir di Berlin tanggal 18 Maret 1886.
Kariernya dalam psikologi dimulai sejak dia diberi gelar doktor oleh
Universitas Berlin pada tahun 1908. Pada tahun 1910, ia bertemu dengan
Wertheimer dan Kohler, bersama kedua orang ini Koffka mendirikan aliran
psikologi Gestalt di Berlin. Sumbangan Koffka kepada psikologi adalah penyajian
yang sistematis dan pengamalan dari prinsip-prinsip Gestalt dalam rangkaian
gejala psikologi, mulai persepsi, belajar, mengingat, sampai kepada psikologi
belajar dan psikologi sosial. Teori Koffka tentang belajar didasarkan pada
anggapan bahwa belajar dapat diterangkan dengan prinsip-prinsip psikologi
Gestalt (Iwan, 2010:3).
Teori Koffka (Iwan, 2010:4) tentang belajar antara lain:
1.
Jejak ingatan (memory traces), adalah suatu pengalaman
yang membekas di otak. Jejak-jejak ingatan ini diorganisasikan secara
sistematis mengikuti prinsip-prinsip Gestalt dan
akan muncul kembali kalau kita mempersepsikan sesuatu yang serupa dengan
jejak-jejak ingatan tadi.
2.
Perjalanan waktu
berpengaruh terhadap jejak ingatan. Perjalanan waktu itu tidak dapat
melemahkan, melainkan menyebabkan terjadinya perubahan jejak, karena jejak tersebut
cenderung diperhalus dan disempurnakan untuk mendapat Gestalt yang lebih baik
dalam ingatan.
3.
Latihan yang terus
menerus akan memperkuat jejak ingatan.
c.
Wolfgang Kohler
|
Kohler lahir di Reval, Estonia pada tanggal 21
Januari 1887. Kohler berkarier mulai tahun 1913-1920,
ia bekerja sebagai Direktur stasiun “Anthrophoid” dari Akademi Ilmu-Ilmu Persia
di Teneriffe, di mana pernah melakukan penyelidikannya terhadap inteligensi
kera. Hasil kajiannya ditulis dalam buku bertajuk The Mentality of Apes (1925). Eksperimennya adalah : seekor
simpanse diletakkan di dalam sangkar. Pisang digantung di atas sangkar. Di
dalam sangkar terdapat beberapa kotak berlainan jenis. Mula-mula hewan itu
melompat-lompat untuk mendapatkan pisang itu tetapi tidak berhasil. Karena
usaha-usaha itu tidak membawa hasil, simpanse itu berhenti sejenak, seolah-olah
memikir cara untuk mendapatkan pisang itu. Tiba-tiba hewan itu dapat sesuatu
ide dan kemudian menyusun kotak-kotak yang tersedia untuk dijadikan tangga dan
memanjatnya untuk mencapai pisang itu (Iwan, 2010:4).
Menurut Kohler apabila
organisme dihadapkan pada suatu masalah atau problem, maka akan terjadi
ketidakseimbangan kogntitif, dan ini akan berlangsung sampai masalah tersebut
terpecahkan. Karena itu, menurut Gestalt apabila terdapat ketidakseimbangan
kognitif, hal ini akan mendorong organisme menuju ke arah keseimbangan. Dalam
eksperimennya Kohler sampai pada kesimpulan bahwa organisme dalam hal ini
simpanse dalam memperoleh pemecahan masalahnya diperoleh dengan pengertian atau
dengan insight.
2.3.3
Konsep Teori Gestal
Psikologi Gestalt
merupakan salah satu aliran psikologi yang mempelajari suatu gejala sebagai
suatu keseluruhan atau totalitas, data-data dalam psikologi Gestalt disebut sebagai
phenomena (gejala). Phenomena adalah data yang paling dasar dalam Psikologi Gestalt.
Dalam hal ini Psikologi Gestalt sependapat dengan filsafat phenomonologi yang mengatakan
bahwa suatu pengalaman harus dilihat secara netral. Dalam suatu phenomena
terdapat dua unsur yaitu obyek dan arti. Obyek merupakan sesuatu yang dapat
dideskripsikan, setelah tertangkap oleh indera, obyek tersebut menjadi suatu informasi
dan sekaligus kita telah memberikan arti pada obyek itu (Iwan, 2010:3).
Bagi para ahli yang mengikuti aliran
Gestalt, perkembangan itu adalah proses diferensiasi. Dalam proses diferensiasi
itu yang primer adalah keseluruhan, sedangkan bagian-bagian adalah sekunder,
bagian-bagian hanya mempunyai arti sebagai bagian dari pada keseluruhan dalam hubungan
fungsional dengan bagian-bagian yang lain.
Keseluruhan ada terlebih dahulu baru disusul oleh bagian-bagiannya.
Kalau kita ketemu dengan seorang teman misalnya, dari kejauhan yang kita
saksikan terlebih dahulu bukanlah bajunya yang baru atau pulpennya yang bagus,
atau dahinya yang terluka, melainkan justru teman kita itu sebagai keseluruhan,
sebagai Gestalt, baru kemudian menyusul kita saksikan adanya hal-hal khusus
tertentu seperti misalnya bajunya yang baru, pulpen yang bagus, dahinya yang
terluka dan sebagainya (Budiantoro, 2010:4).
Prinsip-prinsip dasar
teori Gestalt (Danim & Khairil, 2010:36) adalah sebagai berrikut:
Ø Kesamaan
|
Kesamaan terjadi jika benda terlihat mirip satu sama lain. Orang sering
menganggapnya sebagai kelompok atau pola. Contoh pada gambar 7, gambar tersebut
terdiri dari sebelas obyek yang berbeda yang muncul sebagai unit tunggal karena
semua bentuk memiliki kesamaan. Unitas terjadi karena bentuk segitiga dibagian
bawah symbol elang terlihat mirip dengan bentuk yang seperti sinar matahari
itu. Ketika kesamaan terjadi, sebuah obyek dapat dipertegas jika berbeda dengan
yang lain. Ini disebut anomally. Sosok di paling kanan menjadi titik focus
karena berbeda dengan bentuk lain.
Ø Kelanjutan
|
Kelanjutan terjadi jika mata
dipaksa untuk bergerak melalui satu obyek dan terus ke obyek lain. Kelanjutan
terjadi dalam contoh disamping, karena mata secara alami akan mengikuti garis
atau kurva. Mata berjalan mengarah dari ujung kiri terus samapai ke ujung
kanan.
Ø Penutupan
|
Penutupan
terjadi ketika obyek tidak lengkap atau spasi tidak sepenuhnya tertutup. Jika
bentuk tanda cukup, orang akan melihat keseluruhan dengan mengisi informasi
yang hilang. Meski panda pada gambar 9 tidak lengkap, cukup memungkinkan untuk
mata kita menyelesaikan penglihatan atas bentuk yang ada. Ketika persepsi kita
menyelesaikan bentuk secara keseluruhan, penutupan terjadi.
Ø Kedekatan
Kedekatan terjadi
ketika elemen ditempatkan berdekatan. Mereka cenderung dianggap sebagai
kelompok. Kotak pada gambar 10a ditempatkan tanpa kedekatan. Mereka dianggap
sebagai bentuk yang terpisah. Ketika kotak didekatkan, persatuan terjadi.
Sementara mereka terus menjadi bentuk yang terpisah, mereka sekarang dianggap
sebagai satu kelompok.
2.4
DEFINISI PERKEMBANGAN MENURUT KONSEPSI ALIRAN
SOSIOLOGIS
|
Para ahli yang mengikuti aliran sosiologis
menganggap bahwa perkembangan adalah sosialisasi (Suarni, 2009: 3). Menurut
Bandura proses sosialisasi dapat terjadi melalui proses belajar sosial, yang
lebih menekankan proses imitasi dalam pembentukan prilaku individu. Anak
manusia mula-mula bersifat a-sosial (pra-sosial) yang kemudian dalam perkembangannya
sedikit demi sedikit disosialisasikan. Salah seorang ahli yang mempunyai
konsepsi demikian itu yang cukup terkenal dan besar pengaruhnya adalah James
Mark Baldwin (Budiantoro, 2010:5). Baldwin adalah seorang ahli dalam lapangan
biologi, sosiologi, psikologi dan filsafat, karya utamanya dalam lapangan
psikologi perkembangan adalah “Mental
Development the Child and the Race”.
Pengaruh Baldwin terutama karena hypotesisnya tentang “Circular reaction”. Dengan berpangkal
kepada kesejajaran antara Ontogenesis
dan Phulogenesis. Baldwin menerangkan
perkembangan sebagai proses sosialisasi dalam bentuk imitasi yang berlangsung
dengan adaptasi dan seleksi. Adaptasi dan seleksi ini berlangsung atas dasar
hukum efek (law of effect). Juga
tingkah laku pribadi diterangkan sebagai imitasi. Kebiasaan adalah imitasi
terhadap diri sendiri, sedangkan adaptasi adalah peniruan terhadap orang lain.
Oleh efeknya sendiri tingkah laku atau aktivitas dapat dibangunkan atau
dipertahankan, oleh efeknya sendiri itu aktivitas mendapatkan faedah atau
prestasi yang lebih tinggi. Dalam hal yang demikian inilah terkandung daya
kreasi, sehingga manusia mampu menemukan dan menggunakan alat-alat ini timbul
daripada peniruan diri sendiri. Dengan meniru akunya orang dewasa anak-anak
lama kelamaan timbul besaran akunya. Jadi akunya si anak adalah pemancaran
kembali akun yang lain yang menjadi objek peniruannya. Selanjutnya Baldwin (Budiantoro, 2010:5) berpendapat bahwa setidak-tidaknya ada dua macam
peniruan yaitu:
1.
nondelierate
imitation dan
2.
deliberate
imitation
Neondeliberate
imitation misalnya terjadi kalau anak meniru
gerakan-gerakan, sikap orang dewasa. Deliberate
imitation terjadi misalnya kalau anak-anak bermain “peranan social” yaitu
misalnya menjadi ibu, penjual kacang, menjadi kondektur, menjadi penumpang
kereta api dan sebagainya.
Proses peniruan ini terjadi pada tiga
taraf yaitu:
a. taraf
yang pertama yang disebut taraf proyektif (projective
stage), pada taraf ini anak mendapatkan kesan mengenai model (objek) yang
ditiru.
b. Taraf
yang kedua disebutnya taraf subjektif (subjective
stage), pada taraf ini anak cenderung untuk menirukan gerakan-gerakan atau
sikap model atau objeknya.
c. Taraf
yang ketiga disebutnya taraf ejektif (ejective
stage), pada taraf ini anak telah menguasai hal yang ditirunya itu, dia
dapat mengerti bagaimana orang merasa, berangan-angan, berpikir dan sebagainya.
Konsepsi
tentang proses sosialisasi ini banyak diikuti oleh ahli-ahli di daerah Anglo
Saksis. Istilah-istilah seperti sosial
adjustmen, mature and socialized personality, maladjusted children dan
sebagainya yang banyak kita jumpai dalam kepustakaan yang berbahasa inggris
menunjukkan betapa besarnya pengaruh konsepsi tersebut.
Menyimak
pendapat tersebut, maka perkembangan individu dapat diartikan sebagai suatu proses
perubahan yang terjadi dalam diri individu baik fisik maupun psikis dalam
rentang kehidupan individu. Dalam proses perubahan tersebut akan terjadi
interaksi antara berbagai bentuk kegiatan psikis individu dengan lingkungan
luar melalui sensori (Suarni, 2009: 3).
BAB III
PENUTUP
3.1
Simpulan
Berdasarkan
rumusan masalah yang telah dikemukakan dan pemaparan pada pembahasan maka dapat disimpulkan
hal-hal sebagai berikut:
1.
Definisi perkembangan menurut
konsepsi aliran asosiasi adalah pada hakikatnya perkembangan itu adalah proses bahwa
asosiasi. Bagi para ahli yang mengikuti aliran ini yang primer adalah
bagian-bagian, bagian-bagian ada lebih dahulu, sedangkan keseluruhan ada lebih
kemudian. Bagian-bagian terikat satu sama lain menjadi suatu keseluruhan oleh
asosiasi.
2.
Definisi perkembangan menurut
konsepsi aliran psikologi Gestalt adalah perkembangan itu adalah proses
diferensiasi. Dalam proses diferensiasi itu yang primer adalah keseluruhan,
sedangkan bagian-bagian adalah sekunder; bagian-bagian hanya mempunyai arti sebagai
bagian dari pada keseluruhan dalam hubungan fungsional dengan bagian-bagian
yang lain, keseluruhan ada terlebih dahulu baru disusul oleh bagian-bagiannya.
3.
Definisi perkembangan menurut
konsepsi aliran Sosiologis adalah suatu proses perubahan yang terjadi dalam diri
individu baik fisik maupun psikis dalam rentang kehidupan individu. Dalam
proses perubahan tersebut akan terjadi interaksi antara berbagai bentuk
kegiatan psikis individu dengan lingkungan luar melalui sensori.
3.2
Saran
Berdasarkan pembahasan dan
simpulan, maka saran yang dapat diajukan adalah sebagai berikut:
1.
Guru hendaknya memahami tingkat
perkembangan anak didiknya agar pembelajaran yang diterapkan sesuai dengan tingkat
perkembangan anak didiknya.
2.
Mahasiswa calon guru hendaknya
menguasai konsepsi-konsepsi definisi perkembangan menurut beberapa aliran agar dapat memahami secara teoritik dan
menerapkan konsep-konsep dan prinsip-prinsip perkembangan peserta didik dalam
melakukan proses perencanaan, pengembangan, penerapan, pengelolaan, dan
penilaian yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik.
No comments:
Post a Comment