BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Bantuan Operasional Sekolah (BOS) merupakan
pengembangan lebih lajut dari Program Jaring Pengaman Sosial (JPS) Bidang
Pendidikan, yang dilaksanakan pemerintah pada kurun 1998-2003, dan Program
Kompensasi Pengurangan Subsidi BBM yang dilaksanakan dalam kurun 2003-2005. BOS
dimaksudkan sebagai subsidi biaya operasional sekolah kepada semua peserta
didik wajib belajar, yang untuk tahun 2009 jumlahnya mencapai 26.866.992 siswa
sekolah dasar, yang disalurkan melalui satuan pendidikan. Dengan Program BOS,
satuan pendidikan diharapkan tidak lagi memungut biaya operasional sekolah
kepada peserta didik, terutama mereka yang miskin.
Pendidikan merupakan salah satu kunci penanggulangan
kemiskinan dalam jangka menengah dan jangka panjang. Namun, sampai dengan saat
ini masih banyak orang miskin yang memiliki keterbatasan akses untuk memperoleh
pendidikan bermutu, hal ini disebabkan antara lain karena mahalnya biaya
pendidikan. Disisi lain, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional mengamanatkan bahwa setiap warga negara berusia 7-15 tahun
wajib mengikuti pendidikan dasar, yang dikenal dengan Program Wajib Belajar
Pendidikan Dasar Sembilan Tahun. Konsekuensi dari hal tersebut maka pemerintah
wajib memberikan layanan pendidikan bagi seluruh peserta didik pada tingkat
pendidikan dasar (SD/MI dan SMP/Mts serta satuan pendidikan yang sederajat).
Kenaikan harga BBM beberapa tahun belakangan
dikhawatirkan akan menurunkan kemampuan daya beli penduduk miskin. Hal tersebut
dapat menghambat upaya penuntasan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar
Sembilan Tahun, karena penduduk miskin akan semakin sulit memenuhi kebutuhan
biaya pendidikan.
Seiring meningkatnya beban subsidi BBM yang harus
dibayar pemerintah karena semakin meningkatnya harga minyak dunia, pada bulan
Maret dan Oktober 2005 Pemerintah melakukan pengurangan subsidi BBM secara
drastis. Hal ini berdampak pada sektor kesehatan yang ditandai dengan semakin
rendahnya daya tawar masyarakat untuk melakukan pengobatan atas penyakit yang
dideritanya, serta berdampak pada sektor pendidikan yang ditandai antara lain
dengan banyaknya siswa putus sekolah karena tidak memiliki biaya untuk
melanjutkan sekolah serta ketidakmampuan siswa membeli alat tulis dan buku
pelajaran dalam rangka mengikuti kegiatan belajar-mengajar di sekolah. Guna
memperkecil dampak kenaikan harga BBM di sektor pendidikan, Masyarakat yang
langsung merasakan dampak kenaikan harga BBM berupa melambungnya berbagai
kebutuhan pokok, kesehatan, dan pendidikan adalah masyarakat ekonomi menengah
ke bawah.
Dalam rangka mengatasi dampak kenaikan harga BBM
tersebut Pemerintah merealokasikan sebagian besar anggarannya ke empat program
besar, yaitu program pendidikan, kesehatan, infrastruktur pedesaan, dan subsidi
langsung tunai (SLT). Salah satu program di bidang pendidikan adalah Bantuan
Operasional Sekolah (BOS) yang menyediakan bantuan bagi sekolah dengan tujuan
membebaskan biaya pendidikan bagi siswa yang tidak mampu dan meringankan beban
bagi siswa yang lain dalam rangka mendukung pencapaian Program Wajib Belajar
Pendidikan Dasar Sembilan Tahun.
Melalui program ini, pemerintah pusat
memberikan dana kepada sekolah-sekolah setingkat SD dan SMP untuk membantu
mengurangi beban biaya pendidikan yang harus ditanggung oleh orangtua siswa.
BOS diberikan kepada sekolah untuk dikelola sesuai dengan ketentuan yang
ditetapkan pemerintah pusat. Besarnya dana untuk tiap sekolah ditetapkan
berdasarkan jumlah murid
1.2 Rumusan
Masalah
Masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah
sebagai berikut:
1.
Bagaimanakah konsep dari Bantuan Operasional Sekolah
(BOS) ?
2.
Apa tujuan dari Bantuan Operasional Sekolah (BOS) ?
3.
Bagaimanakah mekanisme pencairan dana Bantuan
Operasional Sekolah (BOS) dan penggunaannya ?
4.
Bagaimanakah pengelolaan Bantuan Operasional Sekolah
(BOS) ?
5.
Apa permasalahan dan solusinya dalam pengelolaan dana
Bantuan Operasional Sekolah (BOS) ?
6.
Bagaimana isu anggaran dan mekanisme penyaluran dana Bantuan
Operasional Sekolah (BOS) tahun 2012 ?
1.3 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah adalah
sebagai berikut:
1. Mengetahui
konsep dari Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
2. Mengetahui
tujuan dari Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
3. Mengetahui
bagaimana mekanisme pencairan dana bos dan penggunaannya.
4. Mengetahui
bagaimana pengelolaan Bantuan Operaional Sekolah (BOS).
5. Mengetahui
permasalahan dan solusinya dalam pengelolaan dana Bantuan Operasional Sekolah
(BOS) di Indonesia.
6. Mengetahui
bagaimana isu anggaran dan mekanisme penyaluran dana Bantuan Operasional
Sekolah (BOS) tahun 2012.
1.4 Manfaat
Kami berharap makalah ini bisa memeberikan manfaat
baik bagi penyusun dan juga pembaca pada umumnya, diantaranya :
1.
Untuk menambah wawasan tentang program dana Bantuan
Operasional Sekolah (BOS)
2.
Dapat mempelajari kasus-kasus yang terjadi di dunia
pendidikan khususnya mengenai dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS)
3.
Dapat mengetahui penyaluran dana Bantuan Operasional
Sekolah (BOS) yang terjadi.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Konsep
Bantuan Operasional Sekolah
Bantuan Operasional Sekolah (BOS)
secara konsep mencakup komponen untuk biaya operasional non personal hasil
studi Badan Penelitian dan Pengembangan, Departemen Pendidikan Nasional
(Balitbang Depdiknas). Namun karena biaya satuan yang digunakan adalah
rata-rata nasional, maka penggunaan BOS dimungkinkan untuk membiayai beberapa
kegiatan lain yang tergolong dalam biaya personil dan biaya investasi.
Prioritas utama BOS adalah untuk biaya operasional non personil bagi sekolah.
Oleh karena itu keterbatasan dana
BOS dari pemerintah Pusat, maka biaya untuk investasi sekolah/madrasah/ponpes
dan kesejahteraan guru harus dibiayai dari sumber lain, dengan prioritas
utana dari sumber pemerintah, pemerintah daerah dan selanjutnya dari
partisipasi masyarakat yang mampu.
Dana BOS ini diambil dari Program
Kompensasi Pengurangan Subsidi BBM. Secara nasional besarnya alokasi ini Rp 5,6
triliun, sementara anggaran keseluruhan termasuk untuk program beasiswa SMA dan
SMK sebesar Rp 6,2 triliun. Rincian BOS ini dihitung dari jumlah siswa di setiap
sekolah. Sekolah dasar akan menerima Rp 19.580 per anak per bulan, sedangkan
SMP sebesar Rp 27.000 per anak per bulan. Jumlah ini akan diterima sekolah
setiap enam bulan sekali melalui rekening sekolah. Alokasi dana ini nantinya
akan dimasukkan ke dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah
(RAPBS) tiap sekolah sehingga penggunaannya harus sesuai dengan kebutuhan
sekolah. Setelah itu, sekolah harus membuat rencana pengambilan dana per
bulannya mengacu pada pos kebutuhan dalam RAPBS sehingga nantinya pengambilan
dana BOS oleh sekolah dibatasi.
2.2 Tujuan
Bantuan Operasional Sekolah
Salah satu program yang diharapkan
berperan besar terhadap percepatan penuntasan WAJAR 9 TAHUN yang
bermutu adalah program BOS. Meskipun tujuan utama program BOS adalah untuk
pemerataan dan perluasan akses, program BOS juga merupakan program untuk
peningkatan mutu, relevansi dan daya saing serta untuk tata kelola,
akuntabilitas dan pencitraan publik. Dalam Rangka Penuntasan WAJAR 9 TAHUN yang
bermutu, banyak program yang telah, sedang dan akan dilakukan. Program-program
tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu pemerataan dan perluasan
akses, peningkatan mutu, relevansi dan daya saing dan tata kelola,
akuntabilitas dan pencitraan publik.
Melalui Program BOS yang terkait
dengan gerakan percepatan penuntasan WAJAR 9 TAHUN, maka setiap pelaksanaan
program pendidikan harus memperhatikan hal-hal berikut:
1. BOS
harus menjadi sarana penting untuk mempercepat penuntasan WAJAR 9 TAHUN,
2. Melalui
BOS tidak ada siswa miskin putus sekolah karena tidak mampu membayar
iuran/pungutan yang dilakukan oleh sekolah/madrasah/ponpes,
3. Anak
lulusan sekolah setingkat SD, harus diupayakan kelangsungan pendidikannya ke
sekolah setingkat SMP. Tidak boleh ada tamatan SD/MI/setara tidak dapat melanjutkan
ke SMP/MTs/SMPLB dengan alasan mahalnya biaya masuk sekolah,
4. Kepala
sekolah/madrasah/ponpes mencari dan mengajak siswa SD/MI/SDLB yang akan lulus
dan tidak berpotensi untuk melanjutkan sekolah yang ditampung di SMP/MTs/SMPLB.
Demikian juga apabila teridentifikasi anak putus sekolah yang masih berminat
untuk melanjutkan agar diajak kembali ke bangku sekolah.
Sebagaimana diketahui bahwa BOS tidak dapat memenuhi
seluruh kebutuhan biaya operasional. Oleh karena itu Pemerintah Daerah Provinsi
dan Kabupaten/Kota harus melakukan hal-hal sebagai berikut:
1. Harus
tetap menyediakan Biaya Operasional Pendidikan (BOP) setiap tahun sebagai
sumber utama pembiayaan sekolah,
2. Pemerintah
Daerah yang menetapkan kebijakan Sekolah Gratis diwajibkan untuk memenuhi kekurangan
biaya operasional sekolah dari sumber APBD,
3. Menambah
dana safeguarding untuk Tim Manejemen BOS di
Provinsi/Kabupaten/Kota,
4. Memastikan
BOS berjalan sesuai dengan panduan yang telah ditetapkan,
5. Melakukan
pengawasan penggunaan dana BOS di tingkat sekolah dan menindaklanjuti jika ada
indikasi penyimpangan.
2.3 Mekanisme Pencairan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan
Penggunaanya.
2.3.1 Mekanisme Pencairan Bantuan Operasional
Sekolah (BOS)
Pengalokasian/pencairan dana BOS dilaksanakan sebagai berikut:
1.
Tim Manajemen Pusat mengumpulkan data jumlah siswa
tiap sekolah melalui Tim Manajemen BOS Provinsi, kemudian menetapkan alokasi
dana BOS tiap provinsi.
2.
Atas dasar data jumlah siswa tiap sekolah, Tim
Manajemen BOS Pusat membuat alokasi dana BOS tiap provinsi yang dituangkan
dalam DIPA provinsi.
3.
Tim Manajemen BOS Provinsi dan Tim Manajemen BOS
Kabupaten/Kota melakukan verifikasi ulang data jumlah siswa tiap sekolah
sebagai dasar dalam menetapkan alokasi di tiap sekolah.
4.
Tim Manajemen BOS Kabupaten/Kota menetapkan sekolah
yang bersedia menerima BOS melalui Surat Keputusan (SK). SK penetapan sekolah
yang menerima BOS ditandatangani oleh Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota
dan Dewan Pendidikan. SK yang telah ditandatangani dilampiri daftar nama sekolah
dan besar dana bantuan yang diterima (Format BOS-02A dan Format BOS-02B).
Sekolah yang bersedia menerima BOS harus menandatangani Surat Perjanjian
Pemberian Bantuan (SPPB).
5.
Tim Manajemen BOS Kab/Kota mengirimkan SK alokasi BOS
dengan melampirkan daftar sekolah ke Tim Manajemen BOS Provinsi, tembusan ke
Bank/Pos penyalur dana dan sekolah penerima BOS.
2.3.2 Penggunaan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS)
Penggunaan
dana BOS di sekolah harus didasarkan pada kesepakatan dan keputusan bersama
antara Tim Manajemen BOS Sekolah, Dewan Guru, dan Komite Sekolah yang harus
didaftar sebagai salah satu sumber penerimaan dalam RKAS/RAPBS, di samping dana
yang diperoleh dari Pemda atau sumber lain yang sah. Hasil kesepakatan
penggunaan dana BOS (dan dana lainnya tersebut) harus dituangkan secara
tertulis dalam bentuk berita acara rapat yang dilampirkan tanda tangan seluruh
peserta rapat yang hadir.
Dari seluruh dana BOS yang diterima oleh sekolah,
sekolah wajib menggunakan sebagian dana tersebut untuk membeli buku teks
pelajaran atau mengganti yang telah rusak. Buku yang harus dibeli untuk tingkat
SD adalah buku mata pelajaran Pendidikan Agama, serta mata pelajaran Seni
Budaya dan Keterampilan, sedangkan tingkat SMP adalah buku mata pelajaran Ilmu
Pengetahuan Sosial dan mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi.
Adapun dana BOS selebihnya digunakan untuk membiayai
kegiatan-kegitan berikut:
1.
Pembiayaan seluruh kegiatan dalam rangka penerimaan
siswa baru, yaitu biaya pendaftaran, penggandaan formulir, administrasi
pendaftaran, dan pendaftaran ulang, pembuatan spanduk sekolah gratis, serta
kegiatan lain yang berkaitan langsung dengan kegiatan tersebut (misalnya untuk
fotocopy, konsumsi panitia, dan uang lembur dalam rangka penerimaan siswa baru,
dan lainnya yang relevan).
2.
Pembelian buku referensi dan pengayaan untuk dikoleksi
di perpustakaan (hanya bagi sekolah yang tidak menerima DAK).
3.
Pembelian buku teks pelajaran lainnya (selain yang
wajib dibeli) untuk dikoleksi di perpustakaan.
4.
Pembiayaan kegiatan pembelajaran remedial,
pembelajaran pengayaan, pemantapan persiapan ujian, olahraga, kesenian, karya
ilmiah remaja, pramuka, palang merah remaja, unit kesehatan sekolah, dan
sejenisnya (misalnya untuk honor jam mengajar tambahan di luar jam pelajaran,
biaya transportasi dan akomodasi siswa/guru dalam rangka mengikuti lomba,
fotocopy, membeli alat olahraga, alat kesenian, perlengkapan kegiatan
ekstrakulikuler, dan biaya pendaftaran mengikuti lomba).
5.
Pembiayaan ulangan harian, ulangan umum, ujian sekolah,
dan laporan hasil belajar siswa (misalnya untuk fotocopy/penggandaan soal,
honor koreksi ujian, dan honor guru dalam rangka penyusunan rapor siswa).
6.
Pembelian bahan-bahan habis pakai seperti buku tulis,
kapur tulis, pensil, spidol, kertas, bahan praktikum, buku induk siswa, buku
inventaris, langganan koran/majalah pendidikan, minuman dan makanan ringan
untuk kebutuhan sehari-hari di sekolah, serta pengadaan suku cadang alat
kantor.
7.
Pembiayaan langganan daya dan jasa, yaitu listrik,
air, telepon, internet, termasuk untuk pemasangan barujika sudah ada jaringan
di sekitar sekolah. Khusus di sekolah yang tidak ada jaringan listrik, dan jika
sekolah tersebut memerlukan listrik untuk proses belajar mengajar di sekolah,
maka diperkenankan untuk membeli genset.
8.
Pembiayaan perawatan sekolah, yaitu pengecetan,
perbaikan atap bocor, perbaikan pintu dan jendela, perbaikan mebeler, perbaikan
sanitasi sekolah, perbaikan lantai ubin/keramik, dan perawatan fasilitas
sekolah lainnya.
9.
Pembayaran honorarium bulanan guru honorer dan tenaga
kependidikan honorer. Untuk sekolah SD diperbolehkan untuk membayar honor
tenaga yang membantu administrasi BOS.
10. Pengembangan
profesi guru seperti pelatihan, KKG/MGMP dan KKKS/MKKS. Khusus untuk sekolah
yang memperoleh hibah/block grant pengembangan KKG/MGMP atau sejenisnya pada
tahun anggaran yang sama tidak diperkenankan menggunakan dana BOS untuk
peruntukan yang sama.
11. Pemberian
bantuan biaya transportasi bagi siswa miskin yang menghadapi masalah biaya
transport dari dan ke sekolah. Jika dinilai lebih ekonomis, dapat juga untuk
membeli alat transportasi sederhana yang akan menjadi barang inventaris sekolah
(misalnya sepeda, perahu penyebrangan, dll).
12. Pembiayaan
pengelolaan BOS seperti alat tulis kantor (ATK), penggandaan, surat-menyurat, insentif
bagi bendahara dalam rangka penyusunan laporan BOS dan biaya transportasi dalam
rangka mengambil dana BOS di Bank/PT Pos.
13. Pembelian
komputer dekstop untuk kegiatan belajar siswa, maksimum 1 set untuk SD dan 2
set untuk SMP, pembelian 1 unit printer, serta kelengkapan komputer seperti
hard disk, flash disk, CD/DVD, dan suku cadang komputer/printer.
14. Jika
komponen 1 s.d 13 di atas telah terpenuhi pendanaannya dari BOS dan masih
terdapat sisa dana, maka sisa dana BOS tersebut dapat digunakan untuk membeli
alat peraga, media pembelajaran, mesin ketik, mebeler sekolah, dan peralatan
untuk UKS. Bagi sekolah yang telah menerima DAK, tidak diperkenankan
menggunakan dana BOS untuk peruntukan yang sama.
Penggunaan dana BOS untuk transportasi dan uang lelah
bagi guru PNS diperbolehkan hanya dalam rangka penyelenggaraan suatu kegiatan
sekolah selain kewajiban jam mengajar. Besaran atau satuan biaya untuk
transportasi dan uang lelah guru PNS yang bertugas di luar jam mengajar
tersebut harus mengikuti batas kewajaran. Pemerintah Daerah wajib mengeluarkan
peraturan tentang batas kewajaran tersebut di daerah masing-masing dengan
mempertimbangkan faktor sosial ekonomi, faktor geografis dan faktor lainnya.
2.4 Pengelolaan
dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS)
2.4.1 Sekolah Penerima Bantuan Operasional Sekolah (BOS)
Semua
sekolah negeri dan swasta berhak memperoleh BOS.
Khusus sekolah/madrasah/ponpes swasta harus memiliki ijin operasional (piagam penyelenggaraan pendidikan). Sekolah/madrasah/ponpes yang bersedia menerima BOS harus menandatangani Surat Pejanjian Pemberian Bantuan dan bersedia mengikuti ketentuan yang tertuang dalam buku petunjuk pelaksanaan ini.
Khusus sekolah/madrasah/ponpes swasta harus memiliki ijin operasional (piagam penyelenggaraan pendidikan). Sekolah/madrasah/ponpes yang bersedia menerima BOS harus menandatangani Surat Pejanjian Pemberian Bantuan dan bersedia mengikuti ketentuan yang tertuang dalam buku petunjuk pelaksanaan ini.
Sekolah
kaya/mapan/yang mampu secara ekonomi yang saat ini memiliki penerimaan yang
lebih besar dari dana BOS, mempunyai hak untuk menolak BOS tersebut,
sehingga tidak wajib untuk melaksanakan ketentuan seperti
sekolah/madrasah/ponpes penerima BOS. Keputusan Penolakan BOS harus melalui
persetujuan dengan orang tua siswa dan komite sekolah/madrasah. Bila di sekolah/madrasah/ponpes
yang mampu tersebut terdapat siswa miskin, sekolah/madrasah/ponpes tetap
menjamin kelangsungan pendidikan siswa tersebut (misal dengan melakukan subsidi
silang dari siswa yang mampu).
2.4.2 Ketentuan
Yang Harus Diikuti Sekolah Penerima Bantuan Operasional Sekolah (BOS)
Sekolah yang telah menyatakan telah
menerima BOS dibagi menjadi 2 (dua) kelompok, dengan hak dan kewajiban sebagai
berikut :
1.
Apabila di
sekolah/madrasah/ponpes tersebut terdapat siswa miskin,
maka sekolah/madrasah/ponpes diwajibkan membebaskan segala jenis
pungutan/sumbangan/iuran seluruh siswa miskin. Sisa dana BOS (bila masih ada)
digunakan untuk mensubsidi siswa lain. dengan demikian sekolah/madrasah/ponpes
tersebut menyelenggarakan pendidikan gratis terbatas. Bila dana BOS cukup
membiayai keseluruhan kebutuhan sekolah/madrasah/ponpes, maka otomatis
sekolah/madrasah/ponpes tersebut dapat menyelenggarakan pendidikan gratis.
2.
Bagi sekolah/madrasah/ponpes
yang tidak mempunyai siswa miskin, maka dana bos digunakan untuk
mensubsidi seluruh siswa, sehingga dapat mengurangi pungutan/sumbangan/iuran
yang dibebankan kepada orang tua siswa, minimun senilai dana BOS yang diterima
sekolah/madrasah/ponpes.
2.5 Permasalahan pengelolaan dana Bantuan
Operasional Sekolah (BOS) dan solusinya.
2.5.1 Deskripsi Masalah
Mulai pertengahan 2010, kemendiknas mulai menggunakan
mekanisme baru penyaluran dana BOS. Dana BOS tidak lagi langsung ditransfer
dari bendahara negara ke rekening sekolah, tetapi ditransfer ke kas APBD
selanjutnya ke rekening sekolah.
Kemendiknas beralasan, mekanisme baru ini bertujuan
untuk memberikan kewenangan lebih besar kepada pemerintah daerah dalam
penyaluran dana BOS. Dengan cara ini, diharapkan pengelolaan menjadi lebih
tepat waktu, tepat jumlah, dan tak ada penyelewengan. Harus diakui, masalah
utama dana BOS terletak pada lambatnya penyaluran dan pengelolaan di tingkat
sekolah yang tidak transparan. Selama ini, keterlambatan transfer terjadi
karena berbagai faktor, seperti keterlambatan transfer oleh pemerintah pusat
dan lamanya keluar surat pengantar pencairan dana oleh tim manajer BOS daerah. Akibatnya,
kepala sekolah harus mencari berbagai sumber pinjaman untuk mengatasi
keterlambatan itu. Bahkan, ada yang meminjam kepada rentenir dengan bunga
tinggi. Untuk menutupi biaya ini, kepsek memanipulasi surat pertanggungjawaban
yang wajib disampaikan setiap triwulan kepada tim manajemen BOS daerah. Ini
mudah karena kuitansi kosong dan stempel toko mudah didapat.
Kepsek memiliki berbagai kuitansi kosong dan stempel dari
beragam toko. Kepsek dan bendahara sekolah dapat menyesuaikan bukti pembayaran
sesuai dengan panduan dana BOS, seakan- akan tidak melanggar prosedur.
Tidaklah mengherankan apabila praktik curang dengan
mudah terungkap oleh lembaga pemeriksa, seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
atau Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan. Ibarat berburu di kebun binatang,
BPK dengan mudah membidik dan menangkap buruan. BPK dengan mudah menemukan
penyelewengan dana BOS di sekolah.
BPK Perwakilan Jakarta, misalnya, menemukan indikasi
penyelewengan pengelolaan dana sekolah, terutama dana BOS tahun 2007-2009,
sebesar Rp 5,7 miliar di tujuh sekolah di DKI Jakarta. Sekolah-sekolah tersebut
terbukti memanipulasi surat perintah jalan (SPJ) dengan kuitansi fiktif dan
kecurangan lain dalam SPJ. Contoh manipulasi antara lain kuitansi percetakan
soal ujian sekolah di bengkel AC mobil oleh SDN 012 RSBI Rawamangun. SPJ dana
BOS sekolah ini ternyata menggunakan meterai yang belum berlaku. Bahkan lebih
parah lagi, BPK tidak menemukan adanya SPJ dana BOS 2008 karena hilang tak
tentu rimbanya. Berdasarkan audit BPK atas pengelolaan dana BOS tahun anggaran
2007 dan semester I 2008 pada 3.237 sekolah sampel di 33 provinsi, ditemukan
nilai penyimpangan dana BOS lebih kurang Rp 28 miliar.
Penyimpangan terjadi pada 2.054 atau 63,5 persen dari
total sampel sekolah itu. Rata-rata penyimpangan setiap sekolah mencapai Rp
13,6 juta. Penyimpangan dana BOS yang terungkap antara lain dalam bentuk
pemberian bantuan transportasi ke luar negeri, biaya sumbangan PGRI, dan
insentif guru PNS.
Periode 2004-2009, kejaksaan dan kepolisian seluruh
Indonesia juga berhasil menindak 33 kasus korupsi terkait dengan dana
operasional sekolah, termasuk dana BOS. Kerugian negara dari kasus ini lebih
kurang Rp 12,8 miliar. Selain itu, sebanyak 33 saksi yang terdiri dari kepsek,
kepala dinas pendidikan, dan pegawai dinas pendidikan telah ditetapkan sebagai
tersangka.
Perubahan mekanisme penyaluran dana BOS sesuai dengan
mekanisme APBD secara tidak langsung mengundang keterlibatan birokrasi dan
politisi lokal dalam penyaluran dana BOS. Konsekuensinya, sekolah menanggung
biaya politik dan birokrasi. Sekolah harus rela membayar sejumlah uang muka
ataupun pemotongan dana sebagai syarat pencairan dana BOS. Kepsek dan guru juga
harus loyal pada kepentingan politisi lokal ketika musim pilkada. Dengan
demikian, praktik korupsi dana BOS akan semakin marak karena aktor yang
terlibat dalam penyaluran semakin banyak.
2.5.2 Penyebab dan Akibat Masalah
Penyebab timbulnya masalah-masalah dalam program BOS
yaitu:
1. Pengalokasian
dana tidak didasarkan pada kebutuhan sekolah tapi pada ketersediaan anggaran.
Hendaknya pengalokasian dana didasarkan pada kebutuhan sekolah, agar tidak
terjadi saling tumpang tindih antara kebutuhan dengan anggaran yang disediakan.
Adakalanya sekolah yang kebutuhannya sedikit, dan ada sekolah yang kebutuhannya
banyak. Jika anggaran semua sekolah sama, di sekolah yang kebutuhannya sedikit
akan memancing timbulnya korupsi karena anggaran yang berlebih, sedangkan di
sekolah yang kebutuhannya banyak akan tetap mengalami kekurangan karena
kebutuhannya tidak terpenuhi.
2. Alokasi
dana BOS ‘dipukul rata’ untuk semua sekolah di semua daerah, pada tiap sekolah
memiliki kebutuhan dan masalah berbeda
3. Korupsi
dana pada tingkat pusat (Kemendiknas) terutama berkaitan dengan dana safe
guarding
4. Dinas
pendidikan meminta sodokan atau memaksa sekolah untuk membuat pengadaan barang
kepada perusahaan tertentu yang sudah ditunjuk dinas.
5. Kepala
sekolah menggunakan dana BOS untuk kepentingan pribadi melalui penggelapan,
mark up, atau mark down.
6. Uang
yang dikeluarkan oleh orang tua murid cenderung bertembah mahal walaupun sudah
ada dana BOS.
Mengapa hal tersebut bisa terjadi? Jelas terlihat
bahwa didalam implementasinya, fungsi pengawasan sangat kurang. Tidak ada
partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas dalam proses implementasi anggaran
di semua tingkat penyelenggara, Kemendiknas, dinas pendidikan, maupun sekolah.
Pada tingkat pusat, proses penganggaran pun turut dimonopoli oleh Kemendiknas,
akibatnya kepentingan Kemendiknas lah yang lebih terpenuhi, bukan mendahulukan
yang perlu. Penyebab yang lain misalnya pada tingkat penyelenggara (Sekolah dan
perguruan tinggi), tidak ada aturan mengenai mekanisme penyusunan anggaran,
warga dan stakeholder tidak memiliki akses untuk mendapat informasi mengenai
anggaran sehingga mereka tidak bisa melakukan pengawasan. Lembaga pengawasan
internal seperti Itjen, Bawasda, Bawasko, pun tidak mampu menjalankan fungsi.
Serta pada tingkat sekolah, semua kebijakan baik akademis maupun finansial
direncanakan dan dikelola kepala sekolah, dan komite sekolah dibajak oleh
kepala sekolah sehingga menjadi kepanjangan tangan kepala sekolah.
Penulis berpendapat, cara penyelewengan dana BOS yang
paling bisa terjadi adalah melalui setoran awal kepada dinas sebelum dana BOS
dicairkan atau didalam sekolah itu sendiri berhubung sekolah tidak melakukan
kewajiban mengumumkan APBS (Anggaran Pendapatan Belanja Sekolah) pada papan
pengumuman sekolah. Selain itu, penyusunan APBS terutama pengelolaan dana
bersumber dari BOS kurang melibatkan partisipasi orang tua murid. Akhirnya,
kebocoran dana BOS di tingkat sekolah tidak dapat dihindari. Serta dokumen SPJ
(Surat Pertanggungjawaban) dana BOS yang kurang atau bahkan tidak dapat diakses
oleh publik apabila ada kebutuhan informasi atau kejanggalan dalam pengelolaan
dana BOS.
2.5.3 Solusi Permasalahan
Permasalahan yang muncul dalam pengelolaan dana BOS
memang sudah banyak disinyalir di beberapa tempat, namun tentunya juga hal ini
tidak bisa digeneralisasikan di semua tempat dan kondisi penyalahgunaan
wewenang tersebut terjadi, namun jika dilihat dari segi peluang atau
kesempatan, banyak sekali peluang yang bisa digunakan oleh oknum untuk bisa
melakukan penyelewengan. Oleh karena itu hal yang paling penting adalah
meminimalisir kesempatan dan peluang supaya tidak bisa terjadi dan tidak ada
kesempatan oknum untuk keluar dari aturan yang sudah berlaku. Menghapuskan
kebijakan pendidikan yang bersubsidi jelas bukan menjadi solusi, karena memang
pada intinya pendidikan adalah kebutuhan primer yang harus terpenuhi, dan juga
Undang-Undang kita telah mengamanatkan untuk memberikan layanan gratis untuk
pendidikan dasar. Oleh karena itu, penghapusan sama sekali kebijakan BOS bukan
merupakan solusi bagi kemelut pengelolaan dana BOS.
Namun, setidaknya ada beberapa langkah yang
kemungkinan bisa diambil oleh pemerintah untuk menanggulangi permasalahan ini
diantaranya :
1.
Peninjauan Kembali Kebijakan
UUD 1945 menyatakan bahwa pendidkan adalah hak bagi
semua warga, terlebih pendidikan dasar untuk wajib belajar Sembilan tahun
menjadi hak utama bagi warga Negara dan Negara wajib mengusahakan
pembiayaannya. Ini menjadi amanat besar dan latar belakang utama kenapa dana
BOS hadir dalam proses pendidikan wajib belajar 9 tahun. Namun pada
kenyataannya tidak semua sekolah dan tidak semua warga Negara membutuhkan dan
harus diberi subsidi untuk pendidikan dasar ini, hal ini terbukti dengan
beberapa sekolah yang tidak menerima dana BOS, tapi tetap menjual
kualitas kepada customernya. Peninjauan kembali bukan berarti penghapusan
program, tapi pembaharuan design program BOS bisa menjadi solusi. Bisa saja
pemerintah mengatur kembali pendanaan untuk sekolah yang sudah maju secara
financial dan juga aturan yang khusus untuk warga Negara yang sudah tidak layak
untuk mendapatkan subsidi.
2.
Dana Berkeadilan
Adil bukan berarti sama rata, bisa saja besaran antara
yang satu dengan yang lainnya berbeda, tapi secara teknis dan hakikatnya
besaran itu bisa mencukupi serta bisa digunakan secara efektif dan efisien.
Oleh karena itu dana yang berkeadilan sudah saatnya diberlakukan untuk
pengelolaan subsidi pendidikan. Tidak sepantasnya peserta didik yang orang
tuanya mampu secara financial, tapi masuk dan bersekolah di sekolah yang
mendapatkan subsidi dari pemerintah, sehingga disini dibutuhkan peran serta
dari sekolah untuk benar-benar mendata peserta didik yang layak disubsidi. Jika
dana berkeadilan ini benar-benar diterapkan dalam system pengelolaan dana
subsidi pendidikan, bisa saja kedepan orang tua akan beranggapan jika dia
tergolong kedalam warga yang layak mendapatkan subsidi maka dia harus
menyekolahkan anaknya pada sekolah bersubsidi, sedangkan untuk warga yang tidak
masuk kedalam kategori layak subsidi menyekolahkan anaknya ke sekolah yang
tidak bersubsidi. Sehingga konsentrasi dana akan benar-benar terarahkan untuk
peningkatan kualitas pendidikan, dan tidak ada kesenjangangn kualitas antara
sekolah yang bersubsidi dengan sekolah yang tidak bersubsidi. Namun tentunya
dana berkeadilan ini dibutuhkan sifat manusia Indonesia yang baik, tidak
mendahulukan ego dalam bertindak dan sadar akan kepentingan umum atau social.
3.
Pengwasan yang Efektif dan Efisien
Pengawasan merupakan salah satu fungsi manajemen atau
administrasi. Pengawasan merupakan tindakan yang berfungsi untuk memperhatikan
kondisi yang terjadi di lapangan dengan kondisi yang diharapkan dari pembuat
kebijakan. Kebijakan subsidi pendidikan yang tertuang dalam program BOS sudah
seharusnya mendapatkan pengawasan yang baik dari pemerintah, karena ini
merupakan program atau kebijakan pemerintah, sehingga perhatian untuk proses
pengawasan pun harus diperhatikan. Selama ini pengawasan yang terjadi pada
pengelolaan dana BOS cukup pada tataran pelaporan saja, sedangkan implementasi
kenyataan di lapangan masih kurang, pihak pengawas, kantor dinas atau
pemerintah, merasa cukup dengan laporan yang ada diatas kertas saja, padahal
jika dilihat di lapangan, belum tentu sesuai dengan apa yang ada dalam laporan,
sehingga disini benar-benar dibutuhkan pengawasan yang efektif dan efisien
untuk menanggulangi penyalahgunaan wewenang dalam penggunaan dana BOS.
Pengawsan melekat dan pengefektifan tenaga pengawasan yang ada bisa jadi
menjadi solusi bagi pengawasan yang efektif.
4.
Pendampingan Dari Ahli Yang Kompeten
Tidak sedikit juga sekolah yang melakukan kesalahan
dan penyelewengan tidak dengan sengaja, ada juga factor ketidktahuan, atau
ketidaksengajaan, sehingga oleh oknum-oknum pendidikan diperdaya dan
disalahgunakan. Oleh karena itu, pendampingan dari ahli yang kompeten bisa
menjadi solusi untuk masalah ini. Ahli yang dimaksud bukan hanya professor atau
dosen dari ahli keuangan, tapi minimal orang atau lembaga social yang faham
pengelolaan pendidikan, sehingga pemahaman terhadap pengelolaan pendidikan akan
menajdi dasar yang kuat bagi teknis pelaksanaan pengelolaan dana BOS. Hal ini
dikarenakan di sekolah belum ada tenaga professional yang menangani manajemen
sekolah, tenaga yang ada hanyalah lulusan SMA atau bahakan SMP, sedangkan untuk
mengelola dana sebesar ini dibutuhkan beberapa kompetensi yang utama, disamping
tentunya kompetensi manajerial.
Pendampingan bisa saja dari mahasiswa Administrasi
Pendidikan, atau lembaga social lainnya yang bisa ikut mengawal dan menjadi
mitra pendamping bagi sekolah. Hal ini bisa saja menekan penyalahgunaan dan
ketidak tepatan penggunaan dana BOS di sekolah, terlebih lagi di daerah yang
kemampuan guru dan tenaga kependidikan lainnya relatif berbeda dengan sekolah
yang sudah lain.
2.6
Anggaran
dan Mekanisme Pencairan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tahun 2012
Dana
Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk tahun 2012 akan dinaikkan. Penambahan
jumlah dana tersebut berguna agar sekolah-sekolah baik negeri dan swasta dilarang untuk
memungut biaya kepada siswa dalam bentuk apapun. Hal ini disebabkan karena
pemerintah telah menaikan anggaran Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tahun 2012
mendatang hingga 40 persen. ”Dengan dinaikannya dana BOS tahun 2012
mendatang yang mencapai 40 persen, maka ke
depannya tidak boleh ada lagi pungutan-pungutan untuk kepentingan operasional
sekolah.
Peningkatan
biaya satuan BOS tahun 2012 mendatang, pemerintah menyediakan anggaran BOS
sebesar Rp23,5 triliun untuk 27,2 juta siswa SD dan 9,4 juta siswa SMP.
Kenaikan anggaran BOS untuk siswa SD dari Rp397.000
per anakper tahun, menjadi Rp580.000
per anak per tahun. Sedangkan dan kenaikan anggaran BOS untuk siswa SMP dari
Rp570.000 per anak per tahun menjadi Rp710.000 per anak per tahun. Kenaikan
nilai BOS itu akan diiringi oleh Peraturan Menteri (Permen) untuk memberantas
pungutan di sekolah. Sehingga, tidak akan ada alasan lagi bagi sekolah untuk
melakukan pungutan meskipun dengan alasan rehabilitasi sekolah. ”BOS sudah
dinaikan. Rehabilitasi sekolah juga sudah dilakukan pemerintah. Jadi tidak akan
lagi ada pungutan-pungutan operasional. Ini dilakukan untuk meringankan beban
masyarakat terhadap pembiayaan pendidikan. Diharapkan dapat menghasilkan wajib
belajar 9 tahun yang bermutu dan berkualitas.
Pemerintah
akan menyalurkan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) melalui Kas Umum Daerah
(KUD) Pemerintah Provinsi untuk diteruskan ke sekolah-sekolah dan mulai Januari
tahun depan mekanisme baru penyaluran dana BOS sudah berjalan. Dana BOS akan
diberikan Pemerintah Pusat melalui kas Pemerintah Kabupaten atau Kota baru
disalurkan ke sekolah-sekolah.
Pada prinsipnya, penyaluran dana BOS harus benar-benar sesuai dengan prinsip tepat waktu, tepat jumlah, tepat sasaran, dan tepat penggunaan. Perbaikan mekanisme penyaluran dana BOS menjadi semakin penting karena pada 2012 mendatang dana yang diberikan sangat besar. Kenaikannya cukup drastis ini adalah konsekuensi kenaikan biaya operasi agar sekolah dapat memenuhi Standar Pelayanan Minimum. Selain itu, pemerintah ingin memastikan program Wajib belajar sembilan Tahun dapat terlaksana dengan baik.
Pada prinsipnya, penyaluran dana BOS harus benar-benar sesuai dengan prinsip tepat waktu, tepat jumlah, tepat sasaran, dan tepat penggunaan. Perbaikan mekanisme penyaluran dana BOS menjadi semakin penting karena pada 2012 mendatang dana yang diberikan sangat besar. Kenaikannya cukup drastis ini adalah konsekuensi kenaikan biaya operasi agar sekolah dapat memenuhi Standar Pelayanan Minimum. Selain itu, pemerintah ingin memastikan program Wajib belajar sembilan Tahun dapat terlaksana dengan baik.
Untuk
mendukung perubahan mekanisme ini, Pemerintah akan menerbitkan Peraturan
Menteri Keuangan (PMK) untuk mengalokasikan dan BOS per provinsi serta
Peraturan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) tentang Pengelolaan BOS. Seluruh
perubahan ini bertujuan memudahkan dan melonggarkan mekanisme penyaluran dan
BOS dengan tetap mempertimbangkan efektifitas pengawasanya. ini merupakan jalan
keluar untuk mengurangi prosedur birokratis penetapan anggaran di tingkat
Kabupaten atau Kota yang selama ini menjadi sebab utama lambannya penyaluran
dana BOS ke sekolah-sekolah. Mekanisme baru ini juga sudah memiliki payung
hukum Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2011 tentang APBN Tahun Anggaran 2012.
Dana BOS disalurkan dari Kas Umum Negara (KUN) ke Kas Umum Daerah (KUD)
Provinsi untuk selanjutnya disalurkan ke sekolah. Dalam mekanisme baru ini,
dana BOS dianggarkan sebagai pendapatan Provinsi pada kelompok pendapatan
daerah lain-lain yang sah. Sedangkan di sisi belanja, dana BOS langsung
dianggarkan pada kelompok belanja tidak langsung berupa hibah. Obyek hibahnya
adalah satuan pendidikan dasar se Kabupaten atau Kota. Jadi, penyaluran dana
BOS dari kas provinsi akan langsung mengalir ke sekolah-sekolah yang berhak
menerima sebagai hibah. Setiap gubernur akan menetapkan Keputusan Gubernur yang
akan menjadi dasar penyaluran BOS ke rekening kas sekolah.
Penetapan
ini berdasarkan data dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Rincian
alokasi dana BOS per sekolah di seluruh kabupaten ini harus sudah dikirim oleh
Kemendikbud ke seluruh provinsi pada tanggal 6 Desember 2011. Berikutnya, dana
BOS dari Pemerintah Provinsi akan mengalir langsung ke sekolah-sekolah setelah
ada penandatanganan Naskah Perjanjian Hibah (NPH) antara Kepala Dinas
Pendidikan Provinsi, mewakili gubernur, dengan Kepala Dinas Pendidikan
Kabupaten, mewakili seluruh SD dan SMP di wilayahnya. Penandatanganan ini cukup
berlangsung satu kali dalam satu tahun anggaran, persisnya sebelum penyaluran
triwulan I. Yang juga baru, penyaluran dana BOS untuk daerah terpencil akan
mengalir dua kali setahun per semester untuk mengurangi kemungkinan
keterlambatan karena sulitnya akses. Sedangkan penyaluran dana BOS di daerah
yang tidak terpencil tetap berlangsung per triwulan seperti yang selama ini
berlaku. Untuk memudahkan proses manajemen dan administrasi, sekolah cukup
melaporkan penggunaan dana BOS setahun sekali, paling lambat 5 Januari pada
tahun berikutnya. Sekolah harus menyusun laporan penggunaan dana BOS dua kali
dalam setahun, setiap semester. Pelonggaran periode pelaporan ini tentu tidak
berarti kendurnya pengawasan. Sebab, untuk mengawasi penggunaan dana BOS,
Gubernur dan Bupati atau Walikota harus membentuk Tim Manajemen BOS di
wilayahnya masing-masing. Tim inilah yang akan melakukan monitoring dan
evaluasi pelaksanaan agar sekolah menggunakan dana BOS sesuai dengan petunjuk
teknis penggunaan dana BOS dari Kemendikbu. Jika ada APBD provinsi yang belum
mendapat persetujuan dari DPRD pada awal Januari, Mendagri akan mengeluarkan
Surat Edaran yang meminta Gubernur mengeluarkan Peraturan Kepala Daerah untuk
menyalurkan dana BOS terlebih dahulu. Berikutnya, Gubernur dapat melaporkan
pelaksanaan penyaluran dana itu ke DPRD dalam mekanisme anggaran perubahan.
Mekanisme ini sama dengan mekanisme penyaluran pembayaran gaji dari Dana
Alokasi Umum (DAU) yang tak pernah tertunda kendati ada APBD provinsi belum
yang disahkan. Pemerintah mematok target, seluruh dana BOS sudah bisa diterima
sekolah-sekolah antara tanggal 9-16 Januari 2012. Maka bulan Desember 2011 ini
akan menjadi bulan yang sangat sibuk untuk penyaluran dana BOS. Tim teknis
antar departemen harus mengawal sebaik-baiknya seluruh jadwal ini agar tidak
ada satu pun persiapan yang meleset dan membuat penyalurannya tertunda.
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dana BOS ini diambil dari Program
Kompensasi Pengurangan Subsidi BBM. Tujuan utama program BOS adalah untuk pemerataan
dan perluasan akses, program BOS juga merupakan program untuk peningkatan mutu,
relevansi dan daya saing serta untuk tata kelola, akuntabilitas dan pencitraan
publik. Semua sekolah negeri dan
swasta berhak memperoleh BOS. Khusus sekolah/madrasah/ponpes swasta
harus memiliki ijin operasional (piagam penyelenggaraan pendidikan). Mekanisme
pencairan BOS pada awalnya berasal dari pusat, tapi sejak pertengahan 2010 dana
BOS ditransfer ke pemerintah daerah yang akan menjadi sumber APBD. Sekolah
tidak menerima langsung dari rekening pusat, tapi bersumber pada APBD.
Penggunaan dana BOS diperuntukan bagi seluruh biaya operasional ruti sekolah,
sedangkan untuk biaya pembangunan tidak berasal dari BOS.
Penyalahgunaan pengelolaan dana BOS banyak ditemukan
di beberapa daerah, kasus yang paling sering adalah penggelembungan jumlah
siswa, penyalahgunan dana, dan bahkan data dan pelaporan fiktif sering
menghiasi surat kabar tentang penyelewengan dana BOS. Untuk itu diperlukan
tindakan preventif dari setiap lembaga dan elemen dari bangsa ini untuk
kemajuan dan pengefektifan pengelolaan dana BOS. Diantaranya solusi yang saya
tawarkan adalah kembali mengkaji kebijakan yang sudah ditetapkan, karena satu
kebijakan tidak mungkin langsung cocok pada tataran implemntasi. Selain itu,
kebijakan dana berkeadilan juga bisa menjadi salah satu solusi dari
permasalahan, karena kondisi orang tua dan siswa serta sekolah tidak semua
sama, sehingga yang mendapatan subsidi adalah orang-orang yang benar-benar
layak mendapatkan subsidi. Pengawasan yang lebih efektif dan efisien juga
mendukung pencapaian tujuan dana BOS. Solusi lain yang bisa dicoba adalah
pendampingan oleh ahli yang kompeten bisa mempermudah pengelolaan dan
efektifitas penggunaan dana BOS, mahasiswa Administrasi Pendidikan, serta ahli
dalam bidang manajerial pendidikan bisa menjadi pendamping utama dan ikut
membantu dalam mengarahkan sekolah yang ada di sekolah.
Peningkatan
Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tahun 2012 mendatang, pemerintah
menyediakan anggaran BOS sebesar Rp23,5 triliun untuk 27,2 juta siswa SD dan
9,4 juta siswa SMP. Kenaikan anggaran BOS untuk siswa SD dari Rp397.000 per anak per tahun, menjadi Rp580.000 per anak per
tahun. Sedangkan dan kenaikan anggaran BOS untuk siswa SMP dari Rp570.000 per
anak per tahun menjadi Rp710.000 per anak per tahun. Kenaikan nilai BOS itu
akan diiringi oleh Peraturan Menteri (Permen) untuk memberantas pungutan di
sekolah. Dana BOS disalurkan dari Kas Umum Negara (KUN) ke Kas Umum Daerah
(KUD) Provinsi untuk selanjutnya disalurkan ke sekolah. Dalam mekanisme baru
ini, dana BOS dianggarkan sebagai pendapatan Provinsi pada kelompok pendapatan
daerah lain-lain yang sah. Sedangkan di sisi belanja, dana BOS langsung
dianggarkan pada kelompok belanja tidak langsung berupa hibah. Obyek hibahnya
adalah satuan pendidikan dasar se Kabupaten atau Kota. Jadi, penyaluran dana
BOS dari kas provinsi akan langsung mengalir ke sekolah-sekolah yang berhak
menerima sebagai hibah. Setiap gubernur akan menetapkan Keputusan Gubernur yang
akan menjadi dasar penyaluran BOS ke rekening kas sekolah.
3.2 Saran
Dari pemaparan makalah kami ini kami bisa sedikit
memberikan saran kepada beberapa pihak, baik pemabaca, pelaku pendidikan,
ataupun pelaksana teknis pendidikan, diantaranya :
1.
Para stakeholder pendidikan (guru, kepala sekolah,
siswa, orang tua murid, masyarakat) harus ikut mengawasi dan berpartisipasi
aktif dalam proses pengelolaan dan BOS. Hal ini akan sangat berpengaruh kepada
efektifitas penggunaan dan BOS.
2.
Para pelaku pendidkan atau pihak lembaga pendidikan
untuk bisa kooperatif dan terbuka, asas tranparansi dan akuntabilitas harus
dijadikan patokan dalam pengelolaan dana BOS
3.
Kepada pemangku kebijakan untuk tetap mengkaji dan
mengevaluasi kbijakan yang dikeluarkan, termasuk efektifitas pengelolaan dana
BOS.
No comments:
Post a Comment